Menunggu Seleksi “Wakil Tuhan” di Senayan
Fokus

Menunggu Seleksi “Wakil Tuhan” di Senayan

Langkah kepolisian dan kejaksaan pasca kehebohan kasus Bibit dan Chandra menyita perhatian publik. Bahkan Komisi Hukum DPR ikut-ikutan tersandera kasus itu. Jangan lupakan reformasi kekuasaan kehakiman.

Oleh:
Mys/Fat/Rfq
Bacaan 2 Menit
Proses wawancara hakim agung di Komisi Yudisial<br>Foto: Sgp
Proses wawancara hakim agung di Komisi Yudisial<br>Foto: Sgp

Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum sudah menyerahkan rekomendasinya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Salah satu rekomendasi Tim yang bersifat kelembagaan adalah reformasi di tubuh kepolisian dan kejaksaan. Apapun hasil rekomendasi Tim pimpinan Adnan Buyung Nasution itu, yang pasti perseteruan KPK di satu pihak dengan kepolisian dan kejaksaan di lain pihak telah menyita perhatian banyak kalangan dan menguras banyak sumber daya, termasuk media massa.

 

Komisi III DPR, yang seharusnya sudah memulai agenda legislasi, ikut terseret arus dugaan kriminalisasi kasus Bibit dan Chandra. Posisi yang lebih condong ke kepolisian dan kejaksaan membuat Komisi Hukum itu jadi bulan-bulanan cibiran masyarakat. Pimpinan Komisi III sampai menggelar konperensi pers khusus di sebuah hotel bintang lima untuk meng-counter persepsi miring dan cibiran tadi.

 

Waktu Komisi III banyak tersita untuk mengurusi ekses kasus Bibit dan Chandra. Pekan ini Komisi III tengah mempertemukan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung. Walhasil, proses seleksi calon hakim agung nyaris terlupakan. Bahkan, Wakil Komisi III DPR Azis Syamsudin sudah memberi sinyal. “Kayaknya masa sidang kali ini berat,” ujar politisi Partai Golkar itu.

 

Koordinator Seleksi Hakim Agung di Komisi Yudisial, Mustafa Abdullah, sudah menyerahkan sepenuhnya kewenangan seleksi kepada DPR. Menurut Mustafa, tugas Komisi Yudisial melakukan seleksi sudah selesai. Lima belas nama kandidat sudah diserahkan Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas didampingi Mustafa kepada Ketua DPR, 4 November lalu. Menyangkut bagaimana proses seleksi dilakukan, lanjut Mustafa, semuanya tergantung DPR.

 

Seyogianya Komisi Yudisial mengirimkan 24 calon untuk mengisi delapan kursi hakim agung yang lowong. Setiap kursi berisi tiga nominator. Tetapi, kata Mustafa, Komisi Yudisial tidak ingin memaksakan diri untuk memenuhi target, yang nanti malah mengabaikan kualitas. Komisi Yudisial menggunakan standar penilaian berdasarkan semua proses seleksi, termasuk masukan dari masyarakat dan hasil klarifikasi dalam proses wawancara.

 

Dalam proses wawancara yang dipantau hukumonline, banyak kandidat yang kurang siap dan sigap menjawab pertanyaan para komisioner hakim agung. Padahal ada beberapa pertanyaan komisioner yang sifatnya standar. Tipikal pertanyaan para komisioner pun tak banyak berubah. Misalnya, Prof. Chatamarrasjid acapkali menanyakan apa yang dimaksud dengan class action dan apa dasar hukumnya; komisioner Zainal Arifin banyak bertanya tentang eksekusi perkara perdata. Toh, tak semua kandidat memberikan jawaban secara pas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait