RUU KUHAP Bakal Hapus Prapenuntutan
Berita

RUU KUHAP Bakal Hapus Prapenuntutan

Selama ini tahapan prapenuntutan justru memperpanjang birokrasi penanganan perkara antara polisi dan jaksa.

Oleh:
Rfq
Bacaan 2 Menit
RUU KUHAP Bakal Hapus Prapenuntutan
Hukumonline

Sudah menjadi pengetahuan umum, suatu perkara bisa bolak balik beberapa kali dari penyidik kepada penuntut. Polisi dan sering sering melakukan itu untuk perkara-perkara yang menarik perhatian publik atau unsur politik dan ekonominya tinggi. Apalagi kalau ego masing-masing penyidik dan penuntut lebih dikedepankan. Akibatnya, proses penanganan perkara menjadi panjang.

 

Jalur yang berbelit-belit dan panjang inilah yang hendak dipangkas para penyusun RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketua Tim Penyusun, Prof. Andi Hamzah, kembali mengungkapkan keinginan Tim untuk menghapuskan rumusan prapenuntutan dalam RUU tersebut. Dalam tahap prapenuntutan, biasanya jaksa memberikan petunjuk-petunjuk apa yang harus ditambahkan atau direvisi penyidik dalam berkas penyidikan. Kalau belum lengkap, biasa disebut P-19, berarti berkas belum lengkap untuk dilimpahkan. Kalau berkas dan alat-alat bukti sudah lengkap, penyidik menyerahkan berkas dan tersangka kepada penuntut. Sejak saat itu, tersangka berada di bawah wewenang jaksa.

 

Andi Hamzah melihat ada kelemahan tahapan prapenuntutan. Polisi dan jaksa kurang koordinasi, sehingga berkas dan tersangka seolah dipimpong. Menurut Andi, praktik demikian tidak sejalan dengan esensi peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Idealnya, sejak penyidik menerbitkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), jaksa sudah intens terlibat mendampingi proses penyidikan. Sehingga sejak awal jaksa sudah bisa memantau kelemahan proses penyidikan, atau mengetahui siapa lagi saksi yang perlu dimintai keterangan.

 

Selanjutnya, ketika berkas perkara sudah masuk pengadilan, jaksa juga masih membutuhkan kerjasama dengan penyidik. Jika sewaktu-waktu perlu pemeriksaan saksi tambahan, jaksa tinggal meminta tolong kepada penyidik. Duet penyidik dan penuntut itu, kata Andi, harus intens dilakukan karena keduanya bertugas membuktikan dugaan terjadinya tindak pidana.

 

Anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution sepaham dengan Andi tentang perlunya koordinasi intens antara penyidik dan penuntut. Kerjasama itu harusnya tetap terjalin sejak proses penyidikan hingga proses persidangan. Untuk mengubah pola yang selama ini dipakai diperlukan kerja keras. Kepolisian dan Kejaksaan perlu direformasi. “Pembenahan menyeluruh,” ujar Bang Buyung di Jakarta, Rabu (09/12).

 

Rencana Tim Penyusun RUU KUHAP untuk menghapus tahap prapenuntutan diapresiasi Rudy Satrio Mukantardjo. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini yakin penghapusan itu bisa memotong waktu penyelesaian berkas perkara dari penyidik kepada penuntut umum. “Itu lebih bagus,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: