Prof Eko Prasodjo:
Reformasi Penegak Hukum Kunci Suksesnya Reformasi Birokrasi
Profil

Prof Eko Prasodjo:
Reformasi Penegak Hukum Kunci Suksesnya Reformasi Birokrasi

Cape-cape kita bikin reformasi birokrasi, orang taat kepada hukum, tetapi dengan surat kaleng, itu bisa dijadikan sebagai dasar untuk dijadikan sebagai kasus.

Oleh:
CR-7/CR-8
Bacaan 2 Menit
Prof Eko Prasodjo. Foto: Sgp
Prof Eko Prasodjo. Foto: Sgp

“................Jika pada akhirnya, insya Allah, kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto ini dapat kita selesaikan, tugas kita masih belum rampung. Justru kejadian ini membawa hikmah dan juga pelajaran sejarah, bahwa reformasi nasional kita memang belum selesai, utamanya reformasi di bidang hukum. Kita semua, para pencari keadilan, juga merasakannya. Bahkan kalangan internasional, yang sering fair dan objektif dalam memberikan penilaian terhadap negeri kita, juga menilai bahwa sektor-sektor hukum kita masih memiliki banyak kekurangan dan permasalahan”.

Demikian kutipan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu lalu, menindaklanjuti rekomendasi akhir Tim Verifikasi Fakta dan Proses Hukum kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Pidato SBY ternyata ‘ampuh’ dan menjadi berkah bagi Bibit-Chandra. Tidak lama kemudian, Kejaksaan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan.

Bibit dan Chandra memang sudah kembali aktif lagi sebagai pimpinan KPK, tetapi apakah permasalahannya selesai? Jawabannya tidak. Karena seperti bunyi kutipan pidato di atas, kasus Bibit-Chandra justru menjadi pengingat bahwa reformasi hukum di negeri ini belum selesai. SBY menyatakan kalangan internasional pun mengakui bahwa sektor hukum di Indonesia masih banyak masalah dan kelemahan.

Dalam rekomendasinya, Tim Verifikasi juga menyinggung soal kelemahan pada lembaga-lembaga penegak hukum. Tim yang diketuai advokat senior Adnan Buyung Nasution ini mengidentifikasi adanya kelemahan penegakan hukum serta lemahnya koordinasi antar lembaga penegak hukum. Makanya, Tim merekomendasikan Presiden untuk membentuk sebuah komisi negara yang khusus mengurusi pembenahan lembaga penegak hukum.

Menariknya, lembaga penegak hukum yang terkait dalam kasus ini, setidaknya KPK, Polisi, dan Kejaksaan, sebenarnya sudah memulai proses reformasi di internal mereka. Kepolisian dan Kejaksaan dibantu oleh sejumlah LSM telah menyusun cetak biru pembaruan lembaga serta aspek-aspek terkait lainnya. Sementara, KPK bahkan digadang-gadangkan sebagai salah satu pilot project reformasi birokrasi. Namun, yang terjadi sudah publik ketahui bersama. Alih-alih berkoordinasi, ketiga lembaga justru berseteru.

Lalu, apa yang salah? Untuk membedah masalah ini dari perspektif reformasi birokrasi, hukumonline mewawancarai Eko Prasodjo, seorang Profesor muda dengan keahlian reformasi birokrasi. Berikut petikan wawancaranya: 

Biodata Singkat

Nama Lengkap

:

Prof. Dr.rer.publ. Eko Prasojo, SIP, Mag.rer.publ.

Tempat/Tgl Lahir

:

Kijang (Kepulauan Riau), Indonesia, 21 Juli 1970

Profesi

:

Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu Administrasi                                              

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

 

 

Pendidikan

:

1990-1995: Sarjana Strata Satu (S1), Ilmu Administrasi Publik, (Drs.), Fakultas Ilmu Sosial  dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

1998- 2000: Master of Public Administration (Mag.rer.publ.), Deutsche Hochschule für Verwaltungswissenschaften Speyer (Speyer Post-Graduate Program for Public Administration), Germany. Judul Tesis: Hubungan Keuangan antara Federal dan negara bagian di Jerman.

2000-2003: Doctor of Public Administration (Dr.rer.publ.), Deutsche Hochschule für Verwaltungswissenschaften Speyer (Speyer Post-Graduate Program for Public Administration), Germany. Judul Disertasi: Federalisme di Jerman dan di Swiss: Apa yang bisa dipelajari untuk Indonesia (Judul diterbitkan: Politische Dezentralisierung in Indonesien)

2006: Diangkat Sebagai Guru Besar Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Tags: