Mari Berhitung Literatur Karya Hakim Agung Kita
Resensi

Mari Berhitung Literatur Karya Hakim Agung Kita

Saat menangani perkara, seharusnya hakim hidup dalam tradisi ilmiah yang kritis. Mereka bisa menghasilkan banyak buku. Inilah sebagian potret hasil karya para hakim agung kita.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Sejumlah buku karya hakim agung dan mantan hakim agung. <br> Foto : Sgp
Sejumlah buku karya hakim agung dan mantan hakim agung. <br> Foto : Sgp

“Istighfar…istighfarlah Agung Laksono”. Pesan dalam kalimat itu jelas. Agung Laksono diminta beristighfar. Agung dimaksud tak lain adalah Ketua DPR periode 2004-2009. Si pemberi petuah yang ‘lancang’ itu bukanlah seorang presiden, bukan pula bekas guru Agung semasa bersekolah. Ia tak lain adalah seorang pria uzur kelahiran 15 September 1928.

 

Petuah atau nasihat itu tidak secara langsung disampaikan kepada Agung Laksono, melainkan melalui sebuah buku. Titel ‘Istighfar…istighfarlah Agung Laksono’ hanya salah satu surat dari buku setebal 454 halaman itu. Ada lagi surat yang ditujukan kepada Presiden Gus Dur, ada pula kepada istri mantan Presiden Habibie. Kumpulan surat-surat itulah yang kemudian dibukukan, dan akhirnya menjadi rujukan judul buku: Surat-Surat Kepada Pemimpin, Bisikan Hati Seorang Mantan Hakim Agung.

 

Dari judulnya kita sudah tahu, sang penulis adalah mantan hakim agung. Dia adalah Bismar Siregar, sosok hakim agung yang disegani dan dihormati pada masanya. Bismar mengabdi sebagai hakim agung dalam periode 1984-1995. Buku Surat-Surat Kepada Pemimpin adalah salah satu karya mantan hakim agung terbaru yang diluncurkan.

 

Pensiun bukan berarti akhir dari kiprah seorang hakim agung. Mereka tetap bisa menelurkan karya-karya lain yang lebih bebas dan mendalam. Aktivitas itu antara lain ditunjukkan oleh M. Yahya Harahap. Pensiun dari Mahkamah Agung sejak 2000 lalu, Yahya menulis beberapa buku. Yang terbaru adalah Hukum Perseroan Terbatas yang diterbitkan Sinar Grafika pada medio 2009.

 

Meskipun sama-sama menelurkan buku, karya Bismar dan Yahya tentu berbeda. Surat-Surat Kepada Pemimpin memuat materi yang lebih rileks, isinya merupakan curahan hati seorang Bismar mengenai berbagai persoalan di lingkungan sekitar. Bukan pula perjalanan kisah hidup selama menjalani profesi hakim. Untuk kategori buku terakhir ini, kita bisa membaca buku Soeharto, Empat Puluh Tahun Meniti Karir Hakim (Sebuah Kenangan). Tokoh dimaksud dalam buku terbitan CV Grafgab Lestari (2004) itu adalah Soeharto, mantan Ketua Muda MA Bidang Perdata Tertulis  

 

Mantan hakim agung, Abdul Rahman Saleh, juga punya karya yang laku keras Bukan Kampung Maling, Bukan Desa Ustadz: Memoar 930 Hari di Puncak Gedung Bundar (2008). Tetapi, sesuai judulnya, buku ini berisi kisah Arman –begitu ia biasa disapa—selama menjabat sebagai Jaksa Agung, bukan sebagai hakim agung.

Tags: