'Semua' Sepakat Hak Beragama Bisa Dibatasi
UU Penodaan Agama:

'Semua' Sepakat Hak Beragama Bisa Dibatasi

Kuasa hukum pemohon menilai pemerintah kurang fokus menanggapi permohonan. Persoalan utamanya, bukan boleh atau tidaknya hak beragama itu dibatasi, melainkan instrumen hukum yang digunakan untuk membatasi hak tersebut.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Perdebatan dalam pengujian UU Penodaan Agama di MK sudah <br> dimulai, Kamis (4/1). Foto: Sgp
Perdebatan dalam pengujian UU Penodaan Agama di MK sudah <br> dimulai, Kamis (4/1). Foto: Sgp

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar pengujian UU No.1/PNPS/1945 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama). Suasana panas pun mulai terasa dalam ruang sidang. Wakil dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat secara tegas membantah dalil-dalil yang digunakan oleh para pemohon.

 

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan UU Penodaan Agama masih sangat dibutuhkan, untuk melindungi kemurnian agama yang diakui di Indonesia. Bila UU ini dibatalkan, maka tidak ada lagi jaminan perlindungan hukum terhadap agama-agama tersebut. Akibatnya, penegak hukum kehilangan pijakan untuk menindak pelaku pencemaran agama. "Dikhawatirkan masyarakat akan main hakim sendiri," tuturnya, Kamis (4/2).

 

Kebebasan yang dimiliki oleh setiap warga negara tetap ada batasnya. Dasarnya, Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan setiap hak asasi manusia bisa dibatasi asalkan pembatasannya dilakukan melalui undang-undang sebagai wujud dari kehendak rakyat. “Pemerintah menghargai dan menghormati hak-hak setiap orang, termasuk pemohon. Tapi tak bisa dilakukan dengan sebebas-bebasnya tanpa batasan,” jelas Suryadharma.

 

Tak hanya ketentuan konstitusi, Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik pun mengenal pembatasan tersebut. Pasal 18 ayat (3) UU No.12 Tahun 2005 yang meratifikasi konvensi tersebut menyebutkan 'Kebebasan untuk mewujudkan salah satu agama atau kepercayaan dapat tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh hukum dan diperlukan untuk melindungi keselamatan umum, ketertiban, atau moral atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain'. 

 

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar bahkan bersuara lebih keras. Ia meminta agar pemohon membaca kembali UUD 1945 secara komprehensif. Ia menegaskan konstitusi membolehkan pembatasan terhadap hak beragama seseorang. “Pahami isi UUD 1945 secara komprehensif. Jangan sepotong-sepotong. Pemahaman yang salah bisa menumbulkan efek yang berbahaya. Tolong dibaca dengan cermat UUD 1945!” ujarnya.

 

Kuasa hukum pemohon, Uli Parulian Sihombing sempat menginterupsi pernyataan Patrialis tersebut. Namun, interupsi tersebut ditolak oleh Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD. “Tidak ada interupsi. Kami yang menginterupsi bila ada pernyataan yang tidak relevan. Giliran anda nanti,” ujarnya menengahi interupsi tersebut.

Tags:

Berita Terkait