Jadi Delik Aduan, Tingkat Pembajakan Software Diprediksi Meningkat
Berita

Jadi Delik Aduan, Tingkat Pembajakan Software Diprediksi Meningkat

Perubahan delik biasa menjadi delik aduan dikhawatirkan akan meningkatkan angka pembajakan software. Dampak jika dijadikan delik aduan adalah tindakan refresif seperti upaya penegakan hukum yang masih minim di kasus HKI makin tidak bisa dilakukan.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Jadi Delik Aduan, Tingkat Pembajakan <i>Software</i> Diprediksi Meningkat
Hukumonline

Perubahan undang-undang tak selamanya membawa kebaikan. Sedianya, perbaikan dilakukan untuk mengatasi persoalan hukum yang belum diatur. Namun, tak jarang malah menimbulkan persoalan hukum baru. Salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta yang merubah delik hak cipta dari delik biasa ke delik aduan. Rancangan perubahan UU No. 19 Tahun 2002 itu justru dikhawatirkan malah akan meningkatkan jumlah pembajakan produk software di Indonesia.

 

Toni Hermanto, Kanit I Indag Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri menyatakan dengan menjadi delik aduan, aparat penyidik kepolisian tidak bisa melakukan tindakan hukum meski terjadi pelanggaran kasus HKI di mata polisi. Karena indakan hukum bisa dilakukan jika ada pihak yang melaporkannya. Akibatnya tingkat pembajakan akan meningkat. “Perubahan sifat delik ini bukan jawaban dari persoalan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual atau pembajakan produk-produk software,” ujar Toni dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (11/3).

 

Perubahan status delik itu tertuang dalam Pasal 72 A RUU Hak Cipta. Dalam situs resmi Kementerian Hukum dan HAM dijelaskan perubahan itu bertujuan untuk memperjelas dan menjamin kepastian hukum. Rancangan beleid itu kini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas).

 

Penyidik dari Bareskrim Mabes Polri, kata Toni, mengusulkan agar perubahan aturan itu ditimbang ulang. Saat ini saja, dengan sifat delik biasa, kasus pembajakan software masih sedikit. Dalam kurun waktu Januari hingga Februari tahun ini, Bareskrim Polri baru menangani 9 kasus pelanggaran HKI kategori corporate dan end user piracy. Pada 2009 lalu, Mabes Polri hanya menangani 4  kasus pembajakan software.

 

Kepala Perwakilan Business Software Alliance (BSA) Indonesia Donny Sheyoputra, juga memperkirakan dampak perubahan delik ini. Menurut Donny perubahan itu akan berdampak pada  pengurangan secara drastis jumlah upaya penegakan hukum atas pembajakan software. Sebab diperlukan pengaduan dari pihak yang dirugikan untuk dilakukan upaya penegakan hukum oleh aparat penyidik Polri. “Padahal tidak semua pemegang hak cipta berkedudukan atau memiliki perwakilan di Indonesia sehingga mempersulit proses pengaduan sebagaimana dipersyaratkan,” papar Donny dalam kesempatan yang sama.  

 

Faktor lainnya, lanjut Donny, tingkat membuat pengaduan kasus HKI sangat sulit. “Dari sisi penyidik misalnya, kesulitannya adalah penyidik harus memeriksa mereka (pemegang hak cipta) sebagai saksi korban,” ujar Donny sambil mengusulkan, semua pihak terkait mengkaji lebih mendalam draft perubahan UU Hak Cipta ini di prolegnas.

Halaman Selanjutnya:
Tags: