Sang Pemimpin
Tajuk

Sang Pemimpin

Rakyat tidak perlu pemimpin yang mengeluh, meratap dan minta belas kasihan rakyatnya.

Oleh:
ATS
Bacaan 2 Menit
Sang Pemimpin
Hukumonline

Saya sedang mencari rumusan yang lebih fair tentang kata “leadership” dan “leader”. Kalau saya memformulasikannya sendiri, orang cenderung berfikir bahwa saya sedang kemasukan wabah mencibir dan melecehkan para pemimpin kita. Saya baru saja membuka “The Dictionary of Corporate Bullshit” karangan Lois Beckwith (New York, 2006). Memang ini kamus yang agak nyeleneh atau ugal-ugalan, walaupun ada sisi serius dan benarnya, senyeleneh apapun.

 

Beckwith mengartikan “leadership” secara serius sebagai: ”guidance or direction commonly provided to a large group by a person or small group of people.” Jadi leader kira-kira orang yang memberi guidance atau direction tersebut. Terus saja Beckwith memberi pengertian lanjutan sebagai berikut: ”a phenomenon that requires decisiveness, vision, the ability to be articulate, and in ideal world, integrity (but who are we kidding?), which explains why it is virtually nonexistent in corporate America; some executives may confuse yelling, or being completely impossible to get an answer out of, for leadership”. Selanjutnya dia memberi arti yang lain: ”a fancy, dressed-up way of saying management; companies that launch leadership initiatives after having discovered a management crisis across the enterprise will trot this word out, imbuing the program’s focus with nobility, grandeur, and hyperbole, to which employees’ reactions will be: ”Shit. I’m not looking for Nelson Mandela or Martin Luther King Jr., just give me a manager who acknowledges my work, treats me fairly, and doesn’t tell me when I can go to the bathroom.”

 

Tentu Beckwith memberi artian tadi dengan sinisme yang kental terhadap korporasi Amerika yang pemimpinnya diberi gaji, bonus dan MSOP besar. Tetapi menjalankannya dengan penuh spekulasi yang menghasilkan kehancuran bagi korporasi dan para pemegang saham dan investornya, yang sebagian besar para pensiunan pegawai kecil dan menengah yang menggantungkan masa tuanya pada perusahaan asuransi dan investasi besar yang sekarang bergelimpangan. Coba kita tinggalkan nuansa korporasi Amerika yang bukan hanya mengakui krisis menghantam mereka tahun 2008-2009, bahkan masih sekarang ini, tetapi juga betul-betul mengalami kehancuran itu sendiri secara nyata, menyisakan kemarahan bagi para pensiunan dan investor kecil, kemerosotan pertumbuhan ekonomi, penggerogotan devisa, nihilnya kesempatan kerja, runtuhnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan para pemimpinnya, dan dampak resesi lainnya. Orang tidak melihat lagi para pemimpin dunia korporasi seperti City Group, General Motors, Goldman Sachs, Lehman Brothers dan lain-lain dengan respek dan decak kagum. Hanya cemooh dan tudingan yang sekarang dilontarkan ke mereka yang merusak governance, sistem keuangan dan tingkat kesejahteraan rakyat Amerika.

 

Coba kita terapkan pengertian Beckwith tadi ke dunia pemerintahan. Sekalian saja ke pemerintah Indonesia dan lembaga negara yang ada di Indonesia. Rasanya beberapa pengertian atau definisi tadi banyak benarnya juga, dengan mengganti istilah “companies” atau “corporations” dengan negara atau pemerintah, dan mengganti istilah “employees” dengan rakyat. Rakyat pastinya menghendaki pemimpin yang bisa memberi visi, pedoman dan bimbingan ke arah mana kita semua menghadapi masa depan. Rakyat juga butuh pemimpin yang “decisive, articulate and has integrity”. Dan rakyat juga ingin pemimpin yang bisa menghargai hasil kerja para pembantunya, memperlakukan mereka dengan adil, dan tidak perlu menyuruh mereka melakukan yang sudah seharusnya dilakukan. Rakyat tidak butuh lagi pemimpin yang hanya bisa berslogan, berwacana dengan karismatik, dan meneriakkan yel-yel demokrasi, keadilan dan hak asasi manusia untuk rakyat yang sudah sangat terbuka matanya. Rakyat tidak perlu pemimpin yang mengeluh, meratap dan minta belas kasihan rakyatnya, tetapi rakyat perlu pemimpin yang tough, terdepan dalam inisiatif, dan bertanggung jawab secara politik, moral, hukum dan administratif terhadap setiap keputusan yang diambilnya atau oleh pembantu yang diberi kewenangan olehnya.

 

Peristiwa onar “Bibit – Chandra” dan “Bank Century” menunjukkan siapa pemimpin dan kepemimpinan yang sebenarnya. Rakyat disuguhi ketoprak mataram yang tragis dan tidak lucu mengenai pemimpin, kepemimpinan dan keberanian mengambil keputusan di kala negara di landa krisis, dan bagaimana memimpin kita semua dari krisis, krisis yang sebenarnya, maupun krisis yang di fabrikasi untuk konsumsi politik. Satu – dua minggu kedepan akan membawa kita kepada suguhan fakta dan ilusi untuk menentukan kepada siapa kita sepantasnya menggantungkan nasib bangsa ini di masa depan.

 

Tags: