Importir Wajib Mengecek Keaslian Merek
Berita

Importir Wajib Mengecek Keaslian Merek

Selama ini, barang palsu baru dipermasalahkan ketika sudah beredar. Padahal kepabenanan bisa menahan barang jika diduga palsu sehingga peredaran bisa dicegah.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Importir Wajib Mengecek Keaslian Merek
Hukumonline

Bukan rahasia lagi kalau peredaran barang palsu tersebar di Indonesia. Hal itu tak ayal membuat Indonesia kembali masuk kategori Priority Watch List pada 2009. Agar posisi tidak terpuruk lagi, Kepala Unit Industri dan Perdagangan Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, Toni Harmanto meminta agar pemerintah memperketat persayaratan pada importir. “Pengimpor berkewajiban melakukan konfirmasi terkait merek suatu produk impor kepada kantor HKI di negara asal produk,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/3).

 

Informasi tersebut diperlukan untuk memastikan apakah barang yang diimpor asli atau palsu. Dengan begitu, ketika barang beredar di Indonesia tak jadi masalah lagi. Usulan itu telah disampaikan pada tim Pengawasan Barang Beredar soal  peredaran barang-barang palsu di Indonesia. Selama ini, kata Toni, barang palsu baru dipermasalahkan ketika sudah beredar. Padahal kepabenanan bisa menahan barang jika diduga palsu sehingga peredaran bisa dicegah. “Akibatnya image Indonesia jelek,” kata Toni.

 

Ganjalan lain dalam menindak pemalsuan adalah sifat delik aduan dalam pelanggaran HKI. Hanya pelanggaran hak cipta yang bersifat delik biasa. Bahkan, RUU Hak Cipta sendiri akan mengubah sifat delik dari delik biasa ke delik aduan. Perlunya pengaduan dari pemegang HKI ini menjadikan polisi pasif dalam memerangi pelanggaran HKI. “Kepolisian mengharapkan pemegang merek bersikap terbuka atau responsif dengan memberikan laporan terkait kasus pemalsuan merek dan HKI lainnya,” ujar Toni.

 

Untuk mengantisipasi sifat delik aduan dan tidak terjadi pembiaran, Toni menyatakan kepolisian bisa menjerat pembajak dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Peredaran barang palsu dinilai bisa merugikan konsumen. Dalam pembajakan suku cadang mobil, misalnya, dapat memicu kecelakaan.

 

Selain itu, kepolisian juga bisa menggunakan UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian sebagai pintu masuk untuk menangkap pembajak. Pasal 25 beleid tersebut menentukan Pasal 25 “barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri dipidana penjara selama-lamanya 2 tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10 juta”.

 

Pekan lalu, kepolisian bersama dengan Toyota Motor Corporation (TMC) selaku pemilik merek Toyota, telah menindak 7 toko dan 1 distributor yang menjual suku cadang palsu merek Toyota. “Mereka memakai merek toyota secara tidak sah dan tanpa izin,” kata kuasa hukum Toyota Justisiari P Kusumah di kesempatan yang sama.

Tags: