OC Munas PERADI:
“Munas Menjadi Gerbang Konsolidasi”
Profil

OC Munas PERADI:
“Munas Menjadi Gerbang Konsolidasi”

Soal one man one vote. “Ibarat baju baru, coba dulu baru tahu cocok atau tidak. Jangan, baju belum dicoba tetapi sudah bilang baju itu tidak bagus. Ukuran kita tetap anggaran dasar.”

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Julius Rizaldi (kiri) dan Hasanuddin Nasution (kanan), dua punggawa<br>OC Munas I Peradi di Pontianak, 30 April-1 Mei 2010.<br>Foto: Sgp
Julius Rizaldi (kiri) dan Hasanuddin Nasution (kanan), dua punggawa<br>OC Munas I Peradi di Pontianak, 30 April-1 Mei 2010.<br>Foto: Sgp

Berdiri lima tahun silam, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) akhirnya akan menggelar musyawarah nasional (munas) perdana. Kalau tidak ada aral melintang, munas akan digelar di Pontianak, Kalimantan Barat, 30 April 2010 hingga 1 Mei 2010. Menjelang hari pelaksanaan acara munas, DPN Peradi telah berupaya menyiapkan berbagai hal.

Salah satu yang utama adalah pembentukan panitia pelaksana munas atau organizing committee (OC). Oktober tahun lalu, DPN Peradi telah menunjuk Julius Rizaldi dan Hasanuddin Nasution sebagai Ketua dan Sekretaris OC. Dalam struktur DPN sendiri, Julius tercatat sebagai Wakil Bendahara dan Hasanuddin sebagai salah seorang Wakil Sekretaris Jenderal. 

Begitu dipilih, Julius dan Hasanuddin langsung bergerak menindaklanjuti persiapan menuju munas. Sosialisasi dan penyusunan materi acara serta tata tertib munas telah dirampungkan oleh OC. Hasilnya, per 20 April 2010, sebanyak 29 dari 50 DPC Peradi di seluruh Indonesia telah mengkonfirmasi akan hadir dalam munas, dan sudah menyerahkan lampiran siapa utusan dan peninjau.

Sulit dipungkiri, peran OC memang sangat penting dalam mensukseskan munas. Tidak hanya karena ini merupakan pergelaran perdana. Namun, lebih dari itu, sebagian kalangan advokat tentunya berharap munas menjadi gerbang pembenahan Peradi yang sejak dideklarasikan di Balai Sudirman pada 7 April 2005 “diniatkan” menjadi wadah tunggal advokat sebagaimana amanat UU No 18 Tahun 2003.

Kondisi terkini, sebagaimana rutin diberitakan hukumonline, organisasi advokat telah bisa dibilang dalam kondisi kritis. 30 Mei 2008 bertempat di gedung yang sama ketika Peradi lahir, sebuah organisasi baru bernama Kongres Advokat Indonesia (KAI). Setelah itu, organisasi lawas Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) juga “hidup” kembali. Baru-baru ini muncul pula Federasi Advokat Indonesia (FAI) dan Majelis Advokat Indonesia (Madina).

Dari berbagai kejadian beberapa tahun belakangan ini, sudah jelas bahwa salah satu misi penting yang (seharusnya) diusung Munas I Peradi adalah konsolidasi. Munas semestinya mampu mengembalikan euforia ketika UU Advokat lahir tujuh tahun silam, bahwa advokat berniat bersatu. Hakikatnya, kunci pembenahan organisasi advokat berada di tangan seluruh advokat Indonesia yang aspirasinya akan dibawa oleh utusan DPC mereka masing-masing pada munas nanti. Namun, sekali lagi, peran OC juga penting. Setidaknya untuk memastikan jalannya munas tetap kondusif agar tujuan sebagaimana digariskan anggaran dasar organisasi tercapai.        

Untuk mengetahui lebih lanjut persiapan serta kiat-kiat OC agar Munas I Peradi berjalan sukses, hukumonline berkesempatan mewancarai Julius Rizaldi dan Hasanuddin Nasution, Selasa lalu (20/4), di sebuah hotel di Jakarta. Berikut petikan wawancaranya:

Kapan dan bagaimana ceritanya hingga anda terpilih sebagai OC?
Hasanuddin Nasution (HN): Mungkin kalau dihitung dengan bulan, sekitar Oktober (2009).  Pertama kali, DPN Peradi rapat di gedung baru sebelum selesai. Rapatnya di lorong di depan lift. Sementara, kita kan pindah ke situ (gedung baru, red.) tanggal 16 November (2009).

(Saat ini sekretariat DPN Peradi berada di Gedung Grand Soho di bilangan Slipi, Jakarta Barat. Sebelumnya, DPN Peradi berkantor di Menara Kebon Sirih lalu pindah ke Gedung Ario Bimo, Kuningan, Jakarta Selatan, Red.).

Rapat dihadiri oleh Ketum (Otto Hasibuan), Sekjen (Harry Ponto), Bendahara Umum (M Luthfie Hakim), Pak Denny (Kailimang, Ketua DPN Peradi), Pak Hoesein (Wiriadinata, Wakil Sekjen DPN Peradi), Sugeng (Teguh Sentosa, Wakil Bendahara DPN Peradi), Pak Julius, dan saya.

Julius Rizaldi (JR): Kemudian setelah rapat, dikeluarkan Keputusan DPN Peradi oleh Ketum dan Sekjen. Setelah diberikan mandat, kita ada SK pengembangan membentuk panitia. Setelah itu, barulah kita persiapkan. Kemudian, sesuai anggaran dasar, ada pemberitahuan kepada DPC-DPC.

Pertama, pemberitahuan dari DPN. Intinya, bahwa pemberitahuan munas akan dilaksanakan pada tanggal 30 April dan 1 Mei. Diminta kepada rekan-rekan DPC untuk melakukan rapat anggota di cabang. Menetapkan jumlah utusan cabang, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (3). Setiap cabang mengirimkan utusan cabang dan mengirimkan peninjau dengan ketentuan yang diatur panitia munas.  Surat DPN itu ditandatangani oleh Harry Ponto sebagai Sekjen dan Otto Hasibuan sebagai Ketua Umum.

Surat kedua adalah undangan Munas Peradi, tertanggal 12 Maret 2010. Ini surat OC. Karena setelah DPN memberitahukan kepada DPC-DPC kita akan munas, baru kita laksanakan sesuai perintah dari surat DPN, kita jalankan surat ini. Ada tercatat semuanya, dikirim ke seluruh DPC. Rancangan agenda sudah dibuat oleh steering committee.  Ini baru rancangan, nanti dilempar ke sidang untuk disahkan oleh floor.

Dari tanggal surat OC 12 Maret itu, dalam satu bulan, selambat-lambatnya DPC harus menyerahkan segala hasil instruksi. Satu bulan, berarti 12 April. Sementara, penyelenggaraan munas 30 April, berarti lebih dari satu bulan. Jadi, waktunya cukup. Setelah itu, kita bentuk panitia pusat dan daerah. Jumlahnya, OC pusat dan daerah adalah 174 orang. Sebagian besar advokat, dicampur dengan staf sebagai pendukung. 11 April lalu kita sudah rapat koordinasi di Pontianak.

Kenapa Pontianak yang dipilih sebagai tempat penyelenggaraan?
JR: Berdasarkan rapat DPN tanggal 12 Februari 2009 ditentukanlah bahwa tempat penyelenggaraan munas adalah di Pontianak. Dalam rapat DPN yang dihadiri oleh tujuh pengurus DPN terdiri dari Ketum, Saya, Sugeng, Elza Sjarief mewakilkan kepada saya, Trimedya (Panjaitan, Ketua DPN Peradi), Hasanuddin Nasution, dan Hoesein. Sesuai anggaran dasar Peradi, bilamana dihadiri oleh 50 persen ditambah satu, maka bisa diambil suatu keputusan.  

Pasal 26 ayat (8), AD Peradi

Rapat DPN adalah sah dan berhak mengambil keputusan -yang sah jika dalam Rapat DPN yang bersangkutan hadir dan atau diwakili lebih dari 1/2 (satu perdua) dari -jumlah anggota DPN.

Waktu itu 6 memutuskan, 1 tidak mengeluarkan suara, tetapi hadir. Dia mempersilakan rapat tetap dilaksanakan. Jadi 6 setuju, 1 tidak. Tempat penyelenggaraan di Pontianak. Kita sudah menghubungi mereka (Pontianak), mereka bersedia, ok. Wakil saya di daerah adalah Tamsil Sjoekoer, Ketua DPC Peradi Pontianak.

HN: Kalau soal Pontianak, saya khususnya keliling Indonesia selama dua tahun terakhir ini. Saya bertanya, “Apakah teman-teman di DPC, kalau tahun 2010 itu, mereka berkenan menjadi tuan rumah penyelenggaraan?” Di Bali, misalnya, mereka tidak mampu. Lalu, Sumatera Selatan. Mereka sebenarnya mau, tapi syaratnya presiden harus datang.

Alasannya sederhana, karena anaknya gubernur tidak lulus ujian Peradi lalu masuk ke KAI. Jadi, kalau presiden tidak mau datang, pasti gubernur juga tidak akan datang. Kemudian, seluruh DPC di Jawa Timur, tidak hanya Surabaya, mereka menyatakan tidak mampu. Demikian juga Semarang, Yogyakarta, dan Bandung. Lampung juga.

Khusus mengenai Pontianak, mereka minta. Ada surat permohonan mereka untuk menjadi tempat penyelenggara Munas I Peradi. Resmi surat DPC, ditandatangani Ketua dan Sekretaris DPC. Berdasarkan surat itulah, dan kemudian diperkuat lagi oleh rapat DPN melalui keputusannya bahwa Pontianak diminta secara resmi untuk menjadi tempat penyelenggaraan.

Apa target OC dalam penyelenggaraan munas perdana ini?
HN
: Bagi saya selaku Sekretaris OC, harus sukses ini acara. Karena dengan munas inilah kemudian orang akan bisa mengukur “Kayak apa ini sekarang Peradi?” Ini pintu masuk kita yang sangat terbuka lebar untuk proses yang lebih konsolidatif nanti soal organisasi. Ini penting banget, arti munas pertama ini. Kalaupun nanti hiruk-pikuk di dalamnya (munas). Kemudian, semakin buruk performance Peradi, dan organisasi advokat secara keseluruhan.

Saya ingin mengatakan bahwa Peradi ini final sebagai wadah tunggal advokat. Tidak ada tawar-menawar. Makanya, kita berusaha semaksimal mungkin (agar) tidak ada satu orang pun yang bisa mengganggu gugat soal ini. Begitu masuk soal-soal organisasi, Peradi final!

Ada banyak upaya yang dilakukan OC agar munas berjalan lancar. Misalnya, dengan menetapkan peserta munas yang terbatas. Di luar ketentuan anggaran dasar yang disebutkan tadi, antara 1-25 maksimal masing-masing DPC, plus 3 orang peninjau. Jadi, sebenarnya kan sudah terhitung, berapa orang pesertanya. Nama-namanya pun sudah harus dikirimkan kepada OC dengan waktu yang limitatif. Ini semua adalah upaya agar tidak ada orang lain di luar yang sudah dikirimkan. Diperketat lagi dengan harus ada surat mandat yang ditandatangani ketua dan sekretaris DPC. Dari sisi formal, harus kita amankan.

Cara kedua, nanti semua peserta akan dilengkapi dengan atribut yang bersifat identitas. Di luar yang tidak menggunakan itu tidak boleh masuk. Termasuk Ketua OC, Ketua Umum (DPN Peradi). Nanti juga ada seksi pendaftaran yang secara ketat melakukan registrasi. Mereka akan mencocokkan juga. Ini yang sudah dilakukan OC, yang nanti secara teknis dianggap ada orang yang ingin mengacaukan munas.

Sebenarnya, kita sudah melakukan seleksi secara ketat ketika RAC (rapat anggota cabang). Rapat ini bertugas menentukan utusan yang akan dikirim. Jadi, RAC seharusnya mengutus orang yang dipercaya oleh cabang. Dalam kualifikasi, utusan ini punya kapasitas dan kompetensi, dan 100 persen anggota Peradi. Jadi kalaupun ada ribut-ribut sudah dimulai di tingkat cabang. Ketika di Pontianak, menurut saya, sudah tidak ada lagi (ribut-ribut).

JR: Untuk meminimalisir kekacauan, kami juga sudah membentuk security pusat dan daerah. Tadi juga ada seksi pendaftaran yang dibagi menjadi sembilan wilayah. Kalau ada masalah, nanti akan ada tim IT yang akan melakukan verifikasi. Jika ternyata ada yang tidak terdaftar, maka security  yang akan menangani. Jika tidak bisa ditangani juga akan diserahkan kepada polisi. Kita sudah koordinasi dengan Polda dan Polres setempat.

Sejauh ini baru 29 DPC yang telah mengkonfirmasi kehadiran dan mengirimkan berkas kelengkapan munas. Bagaimana kalau DPC sisanya tidak melakukan hal yang sama hingga waktu pelaksanaan?
HN
: Anggaran dasar kan tidak pernah menyatakan bahwa peserta munas itu harus berapa. Munas itu dilaksanakan oleh DPN dan pesertanya adalah limitatif. Ketika ada cabang yang tidak mengirimkan utusan, artinya mereka tidak berpartisipasi dalam munas. Sebatas itu. Jadi, tidak bisa dikatakan munas itu tidak sah atau cacat. Mereka hanya tidak menggunakan hak pilih dan hak memilih, hak suaranya. Itu saja.  

Bagaimana nanti mekanisme pemilihan Ketua Umum DPN Peradi?
JR: Itu nanti diatur dalam PRT (peraturan/anggaran rumah tangga) yang sebetulnya sudah disepakati oleh DPN.

HN: Sesuai rekomendasi Rakernas II 2009, DPN diperintahkan untuk memutuskan PRT dalam tiga bulan. Kendatipun lewat, itu sudah ditetapkan oleh DPN dan itu menjadi bagian yang mengatur tata cara pemilihan atau hal-hal lain nanti di dalam munas. Pemilihan ketua umum di organisasi manapun pasti menjadi bagian paling seru. Pencalonan sudah dimulai dari RAC. Nantinya cabang akan mengajukan calon tiga orang. Tiga itu maksimal. Medan misalnya dua orang. Bisa saja ada yang mengajukan satu orang.   

Bagaimana OC menyikapi wacana one man one vote?
HN: Saya selalu mengatakan, kita belum pernah mencoba anggaran dasar ini benar atau tidaknya. Ibarat baju baru, coba dulu baru tahu cocok atau tidak. Jangan, baju belum dicoba tetapi sudah bilang baju itu tidak bagus. Ukuran kita tetap anggaran dasar. Menurut saya itu (one man one vote), bukan mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar. Sebagai sebuah gagasan itu oke saja. Tetapi, kita kan juga harus belajar sebagai advokat, untuk mentaati apa yang kita buat sendiri.

Jadi harus ada perubahan anggaran dasar untuk mengakomodir one man one vote. Apakah perubahan itu dimungkinkan dilakukan melalui munas?
JR
: Saya rasa tidak memungkinkan karena sistem kita yang sekarang berlaku di anggaran dasar adalah utusan. Kalau mau ada perubahan, mungkin harus pakai cara lain. Siapa yang akan hadir dalam one man one vote, utusan? One man one vote sebenarnya telah diterapkan di tingkat cabang, untuk memilih bakal ketua umum. Mekanismenya satu orang satu suara. Jadi, itu kan one man one vote bertingkat namanya.

HN: Boleh saja, perubahan itu dimungkinkan. Munas misalnya memutuskan bahwa ada perubahan anggaran dasar pada pasal apa, boleh. Hanya saja, kapan akan dilakukan? Jadi tidak bisa sekonyong-konyong begitu. Sebenarnya tidak ada seorang pun advokat di Indonesia yang menolak gagasan ini.

Pasal 28 ayat (2) Anggaran Dasar Peradi memaparkan bahwa acara munas berkala adalah:
a.    Penetapan dan atau perubahan Anggaran Dasar;  
b.    Pertanggung jawaban dari DPN mengenai hal-hal yang telah dikerjakan selama masa jabatannya.
c.    Pertanggung jawaban laporan keuangan dari DPN.  
d.    Pemilihan dan pengesahan Ketua Umum DPN.  
e.    Hal-hal lain yang perlu, dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Anggaran Dasar ini.

Tags: