Wahyu Widiana:
Pengadilan Agama Permudah Akses Bantuan Hukum
Profil

Wahyu Widiana:
Pengadilan Agama Permudah Akses Bantuan Hukum

Akan dibuat Peraturan Mahkamah Agung soal konsep bantuan hukum di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia.

Oleh:
Ali/ASh
Bacaan 2 Menit
Wahyu Widiana Pengadilan agama permudah akses bntuan hukum. <br> Foto: Sgp
Wahyu Widiana Pengadilan agama permudah akses bntuan hukum. <br> Foto: Sgp

Rancangan Undang-Undang (RUU) Bantuan Hukum yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seakan menimbulkan euforia di kalangan para penggiat hukum di Indonesia. Sejumlah kalangan, baik dari lembaga bantuan hukum (LBH) maupun organisasi advokat, berlomba-lomba membuat draf atau sekedar memberi masukan bagaimana konsep yang tepat.

 

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) pada Mahkamah Agung (MA) pun tak mau ketinggalan. Badan yang dipimpin oleh Wahyu Widiana ini tengah mempersiapkan konsep bantuan hukum yang akan diberikan di Pengadilan Agama (PA) di seluruh Indonesia. Konsep yang sedang digadang-gadang ini memang bukan untuk dimasukan ke dalam RUU Bantuan Hukum, melainkan hanya akan dituangkan dalam Peraturan MA (Perma).

 

Hukumonline berkesempatan menggali pandangan Dirjen Badilag Wahyu Widiana itu tentang konsep bantuan hukum yang akan diterapkan di PA. Bagaimana konsepnya? Apa pentingnya bantuan hukum di PA? Ia juga menjawab penilaian miring terhadap sumber daya manusia peradilan agama yang dianggap belum siap merespons kewenangan besar Pengadilan Agama. Dalam perbincangan Selasa (20/7) lalu, pria kelahiran 18 November 1952 itu memaparkan banyak hal. Berikut petikannya:

 

Bagaimana konsep pedoman bantuan hukum di Pengadilan Agama?

Persoalan ini baru saja dibahas di MA. Mudah-mudahan segera disetujui Wakil Ketua MA Bidang Yudisial. Bantuan hukum untuk masyarakat miskin ada tiga klasifikasi. Pertama, sidang prodeo. Kedua, sidang keliling. Ketiga menyelenggarakan Posbakum di Pengadilan Agama. Nantinya, di Pengadilan Agama ada suatu ruangan atau kamar untuk Posbakum. Bagi masyarakat yang tak mampu membayar pengacara, berhak untuk mendapat bantuan hukum oleh advokat/paralegal yang dibayar oleh negara.

 

Pedoman ini akan dituangkan dalam bentuk apa?

Dituangkan dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Nanti dirumuskan bagaimana konsep bantuan hukum di pengadilan agama atau di pengadilan umum. Sebab, MA sangat concern terhadap keadilan bagi orang miskin dengan menyiapkan dana berikut perangkatnya (pedoman bantuan hukum ini, --red). Agar orang miskin yang punya masalah hukum dapat terlayani dengan baik.         

 

Apa tujuan dibentuknya bantuan hukum di Pengadilan Agama?

Poinnya berangkat dari banyaknya masyarakat yang buta hukum dan tak mampu membayar pengacara untuk berperkara di Pengadilan Agama. Tetapi, jika mampu tak boleh mendapatkan bantuan hukum, misalnya dibuktikan dengan penghasilannya. Nanti di Perma ditentukan syarat maksimal penghasilan yang berhak memperoleh bantuan hukum dengan membuat surat pernyataan. Tidak harus dengan surat keterangan RT/RW setempat. Syarat ini hanya diperuntukkan untuk membebaskan biaya perkara jika masyarakat benar-benar tak mampu atau prodeo.                         

 

Konsepnya seperti apa?

Dari anggaran yang sifatnya nasional itu rencananya ada 44 Pengadilan Agama yang akan menerapkan bantuan hukum. Rinciannya, 29 Pengadilan Tinggi Agama di Ibukota provinsi. Sisanya, nanti dibagi menurut banyak kasus di setiap daerah. Dari dana yang ada katakan ada sekitar Rp4 miliar dibagi-bagi untuk 44 pengadilan agama itu. Misalnya, rata-rata setiap Pengadilan Agama menerima Rp10 juta. Dana itu, nantinya untuk membayar jasa hukum untuk lembaga bantuan hukum dari LSM atau perguruan tinggi. Selain itu, ketentuan penggunaan dana itu bukan berdasarkan berapa orang yang dilayani, melainkan berapa lama pengacara memberi pelayanan. Misalnya, satu jam hanya dibayar Rp100 ribu.  Nantinya, Ketua Pengadilan Agama berkoordinasi dengan LBH soal pembayaran itu.

Tags: