Public Interest Lawyer, Segudang Misi Sedikit Atensi
Fokus

Public Interest Lawyer, Segudang Misi Sedikit Atensi

Untuk pertama kalinya jaringan pengacara publik menyelenggarakan konperensi nasional. Di pundak mereka dibebankan segudang misi kemanusiaan. Butuh dukungan yang lebih besar.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Warga negara korban ledakan kompor gas  memperjuangkan<br> nasib lewat jalur hukum gugatan model “citizen law suit” <br> dipilih. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Warga negara korban ledakan kompor gas memperjuangkan<br> nasib lewat jalur hukum gugatan model “citizen law suit” <br> dipilih. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Habiburrahman masih menunggu dengan penuh harap. Siapa tahu semakin banyak orang yang mendaftarkan diri masuk ke dalam gugatan warga negara. Terutama mereka yang menjadi korban ledakan kompor gas. Habib sudah memutuskan harus ada orang yang memperjuangkan nasib para korban ledakan itu lewat jalur hukum. Serikat Pengacara Rakyat (SPR), tempat Habib bernaung, siap membantu. Gugatan model “citizen law suit” sudah dipilih.

 

Pendaftaran warga yang masuk ke dalam gugatan akan menentukan perjalanan citizen law suit itu ke depan. Habib telah membuat notifikasi di media massa. Seraya menjalani proses persidangan, Habib bersama kolega lain di SPR mengadvokasi sejumlah kasus lain. Lantaran kesibukan itulah, Habib tak bisa menghadiri Konperensi Nasional Public Interest Lawyer Network (PIL-Net). “Padahal saya diundang,” akunya kepada hukumonline.

 

Berlangsung selama tiga hari di Jakarta, 3-5 Agustus, Konperensi Nasional PIL-Net bukan hanya menjadi ajang reuni para pengacara publik yang telah tersebar di seluruh Indonesia. Perhelatan itu juga berusaha memotret dan memetakan masalah, potensi, dan rencana aksi ke depan. Paling tidak, PIL-Net bisa menunjukkan eksistensi dirinya sebagai kumpulan advokat, aktivis, jurnalis, akademisi, dan aparat penegak hukum yang peduli pada isu-isu kepentingan publik. Nasib korban ledakan kompor gas hanya sebagian kecil dari isu publik tersebut.

 

Kehadiran pengacara publik di Indonesia banyak dikaitkan dengan kelahiran dan kiprah Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Di bawah payung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, kini tercatat 14 kantor LBH yang setiap hari melayani masyarakat pencari keadilan. Tetapi kini, PIL ditemukan di banyak lembaga. Tengok saja kehadiran Walhi yang fokus pada isu lingkungan hidup, Elsam dan PBHI yang mengadvokasi isu-isu hak asasi manusia, dan Sawit Watch yang ‘gerah’ dengan ekspansi tak terkendali perkebunan kelapa sawit di Tanah Air. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat ini berusaha mengadvokasi kepentingan publik. Jaringan adalah kekuatan mereka.

 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyambut baik perhelatan PIL-Net. Sepengetahuan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia itu, inilah kali pertama para pengacara publik melakukan konperensi. “Saya beri apresiasi yang tinggi,” ujarnya, saat menjadi pembicara kunci Konperensi.

 

Apresiasi Jimly bukan tanpa dasar. Tak banyak pengacara atau advokat yang mau mengabdikan dirinya pada isu-isu publik. Menjadi pengacara publik, kata dia, tidak menarik bagi advokat kebanyakan. Itu sebabnya, Jimly menilai upaya memperkuat jaringan merupakan salah satu amunisi bagi PIL agar mereka bisa berkontribusi lebih dalam pelaksanaan negara hukum.

Tags: