Begitu Mudahnya Penegakan Hukum Tergadai
Fokus

Begitu Mudahnya Penegakan Hukum Tergadai

Kasus Gayus H. Tambunan memperlihatkan betapa mudahnya aparat penegak hukum menggadaikan sumpah dan profesi mereka demi alasan uang. Hakim memegang kunci untuk mengungkap tabir kasus ini.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Begitu mudahnya penegakan hukum tergadai dengan janji <br> atau pemberian uang miliaran rupiah. Foto: Sgp
Begitu mudahnya penegakan hukum tergadai dengan janji <br> atau pemberian uang miliaran rupiah. Foto: Sgp

“'Di Dunkin’ Donuts Gajah Mada, saya mencatat apa yang didiktekan Gayus. Gayus bilang ke saya, tolong diatur penyidik semua Rp5 miliar, jaksa semua Rp5 miliar, hakim semua Rp5 miliar, pengacara semua Rp5 miliar, dan untuk dia (Gayus) sendiri Rp5 miliar,” begitu papar Haposan ketika diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Sri Sumartini, salah satu penyidik perkara Gayus yang kini menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

Meski belum terbukti apakah uang ini sampai ke tangan pihak-pihak yang disebut Gayus atau tidak, pernyataan ini seolah mencerminkan begitu mudahnya penegakan hukum tergadai dengan janji atau pemberian uang miliaran rupiah. Perbuatan itu tidak dilakoni sendiri oleh Gayus, melainkan andil dari sejumlah pihak yang notabene adalah aparat penegak hukum. Mulanya, praktek makelar kasus (markus) dalam penanganan perkara Gayus Halomoan P Tambunan (2009) terungkap karena “nyanyian” mantan Kabareskrim Mabes Polri Susno Duaji sekitar Maret 2010 lalu. “Nyanyian” Susno ini terdengar dimana-mana. Bagaimana tidak, sejumlah penyidik Polri, advokat, jaksa, bahkan hakim diduga turut “bermain” dalam perkara Gayus.

 

Tak asal ucap. Sinyalemen yang dibeberkan Susno telah ditindaklanjuti penyidik. Tim penyidik anti mafia hukum Mabes Polri yang diketuai Mathius Salempang lalu menetapkan sembilan tersangka, enam diantaranya sudah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan satu di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sejak pertengahan Juli lalu. Dan awal September, dua terdakwa, yaitu Alif Kuncoro dan M Arafat Enanie dituntut masing-masing dua setengah dan empat tahun penjara. Sementara, lima terdakwa lainnya, Andi Kosasih (rekan bisnis Gayus), Lambertus Palang Ama (mantan kuasa hukum Andi Kosasih), Sjahril Djohan (penghubung Haposan dengan Susno), Sri Sumartini (penyidik), dan Muhtadi Asnun (Ketua Majelis Hakim yang ketika itu menyidangkan perkara Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang) masih menjalani proses persidangan.

 

Sementara berkas perkara Gayus baru disidangkan menjelang Lebaran. Berkas Haposan Hutagalung (mantan kuasa hukum Gayus) baru dilimpahkan penuntut umum ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan kemungkinan dalam waktu dekat disidangkan. Meski telah menetapkan sembilan tersangka, atasan penyidik dan elemen jaksa tak muncul dalam jajaran tersangka. Entah karena ketidakmampuan atau keengganan untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak tersebut, yang pasti pada Juli 2010 lalu, tim penyidik anti mafia hukum Mabes Polri telah dibubarkan. Dan pembubaran ini, menurut Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Marwoto Soeto tidak berarti penanganan perkara Gayus selesai hingga di delapan tersangka. “Selanjutnya, kasus yang ditangani diserahkan ke Bareskrim,” akunya.

 

Meski demikian, sampai saat ini tidak banyak perkembangan dalam penanganan perkara Gayus. Penyidik madya Mardiyani, Kepala Unit III Pajak, Asuransi, dan Money Laundering Direktorat II Eksus Pambudi Pamungkas, Direktur II Eksus Edmond Ilyas, dan penggantinya Raja Erizman tidak juga ditetapkan sebagai tersangka. Sama halnya dengan Jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manullang. Dua jaksa peneliti perkara Gayus yang namanya disebut-sebut dalam praktek markus perkara Gayus, tidak juga ditetapkan sebagai tersangka.

 

Mabes Polri berdalih belum ada bukti yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Sehingga, perkembangannya diserahkan kepada fakta persidangan dan majelis hakim yang sekarang menyidangkan sejumlah terdakwa dalam perkara Gayus. Meski demikian, ketua tim penyidik anti mafia hukum Mabes Polri, Mathius Salempang, pada bulan Juni 2010 lalu usai diminta penjelasannya oleh Panitia Kerja Penegakan Hukum Komisi III DPR, sempat menyatakan indikasi keterlibatan atasan penyidik dan jaksa ini memang ada. Tetapi, indikasi tersebut harus dibuktikan secara hukum, dan itu tidak mudah. “Bila meminjam istilah Jaksa Agung Hendarman Supandji. Baunya sih ada, tetapi ini kan harus dibuktikan secara hukum. Makanya, kami sedang terus dalami,” ujarnya.

 

Dan memang, Jaksa Agung Hendarman Supandji pernah melontarkan istilah itu saat mencium indikasi keterlibatan para jaksa peneliti dalam perkara Gayus. Namun, seolah hanya angin lalu, hingga kini, para atasan penyidik dan jaksa peneliti masih bisa melenggang bebas. Yang menjerat mereka hanyalah peraturan internal lembaga yang menganggap mereka tidak mampu mengontrol bawahan dan tidak cermat dalam menangani perkara Gayus.

Tags:

Berita Terkait