Mahfud MD: Hendarman Supandji Harus Berhenti
Berita

Mahfud MD: Hendarman Supandji Harus Berhenti

Staf ahli kepresidenan menentang penafsiran yang menyatakan bahwa jabatan Jaksa Agung menjadi ilegal, karena hal itu tak dinyatakan dalam putusan.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Ketua MK berpendapat Jaksa Agung Hendarman Supandji<br>harus berhenti. Foto: Sgp
Ketua MK berpendapat Jaksa Agung Hendarman Supandji<br>harus berhenti. Foto: Sgp

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD menyatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji harus berhenti sejak putusan permohonan uji materi UU Kejaksaan yang dimohonkan Yusril diucapkan.

 

“Jaksa Agung Hendarman sejak pukul 14.35 WIB saat diketok (putusan selesai diucapkan, red.) tak boleh lagi meneruskan jabatannya. Secara yuridis, semua tindakan dan kewenangan Jaksa Agung berakhir sejak putusan diucapkan,” kata Ketua MK Moh Mahfud MD di ruang kerjanya, sesaat seusai sidang pembacaan putusan, Rabu (22/9).  

            

Seperti diketahui, dalam putusannya MK menyatakan Pasal 22 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan konstitusional bersyarat sebelum dilakukannya legislative review yang berlaku prospektif ke depan. Artinya, masa jabatan Jaksa Agung dinyatakan konstitusional dengan tafsir masa jabatan Jaksa Agung berakhir bersamaan dengan masa jabatan Presiden yang mengangkatnya sesuai praktek ketatanegaraan di Indonesia.

 

Mahfud menjelaskan kosongnya kursi Jaksa Agung dapat digantikan oleh Wakil Jaksa Agung. “Menurut UU Kejaksaan jika Jaksa Agung berhalangan dapat diwakili oleh Wakil Jaksa Agung,” katanya. “Sejak putusan dibacakan, Jaksa Agung bisa dianggap demisioner dan kewenangannya bisa dijalankan oleh Wakil Jaksa Agung.”

          

Mahfud berharap putusan itu dapat menjawab kontroversi tentang legalitas Jaksa Agung sejak uji materi UU Kejaksaan ini diajukan. "Dulu Jaksa Agung (jabatannya) itu tak jelas ‘kelaminnya’, sekarang kami beri ‘kelamin’ sampai ada legislative review di DPR," ujarnya. “Kelaminnya itu ada empat pilihan berdasar periodeisasi, berdasarkan usia pensiun, masa jabatan presiden, dan diskresi presiden, nanti DPR memilih salah satu.”         

 
Soal kasus yang menjerat Yusril, Mahfud menegaskan bahwa penyidikan masih tetap berjalan. Sebab, MK tak bisa menghentikan sebuah proses penyidikan. MK hanya berwenang memutus suatu norma yang bersifat abstrak dari sebuah undang-undang. Sedangkan, penyidikan itu bersifat konkret.  

 

Hal senada diutarakan Yusril Ihza Mahendra saat konperensi pers usai pembacaan putusan di gedung MK. Ia mengatakan sejak putusan itu diucapkan, Jaksa Agung Hendarman tak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan apapun. “Mulai hari ini (sejak putusan diucapkan), Hendarman tak lagi sah untuk mengatasnamakan sebagai Jaksa Agung,” katanya.                                   

 

Ia menambahkan putusan kasus ini telah memberikan manfaat dan pembelajaran bagi semua warga negara Indonesia termasuk Presiden yang mengangkat Jaksa Agung yakni suatu tindakan harus benar-benar didasarkan atas hukum. “Pendapat saya bahwa masa jabatan Jaksa Agung harus dibatasi sesuai jabatan presiden dibenarkan oleh MK. Ini bentuk sumbangan pemikiran hukum.”     

 
Di tempat yang sama, Staf Ahli Presiden bidang Hukum, Denny Indrayana berpendapat berbeda. Ia menegaskan putusan MK itu tak mempersoalkan legalitas jabatan Jaksa Agung.  "Jaksa Agung dinyatakan tetap sah atau legal, hal itu dikatakan jelas dalam pertimbangan hukum putusan MK itu," katanya kepada sejumlah wartawan usai mengikuti sidang.

 
Menurut Denny, justru putusan MK itu memperjelas kontroversi soal legalitas jabatan Jaksa Agung. Jadi, tak benar jika ada penafsiran setelah putusan ini jabatan Jaksa Agung menjadi ilegal. “Itu adalah tafsir yang keliru karena tidak ada satu kalimat pun yang menyatakan setelah putusan diucapkan jabatan Jaksa Agung ilegal," tegasnya.

 

Keputusan politik

Terpisah, pakar hukum Refly Harun mengatakan pernyataan Ketua MK di luar sidang yang menafsirkan putusannya sendiri tidak menjadi persoalan. Sebab, kata Refly, terkadang masyarakat awam juga kesulitan memaknai putusan MK. Namun, jika melihat putusan MK itu, jabatan Jaksa Agung memang dianggap tak sah sejak putusan dibacakan karena putusan bersifat prospektif.

 

“Tindakan Jaksa Agung sejak 20 Oktober 2009 hingga putusan MK tetap dianggap sah karena belum ada tafsir MK. Ke depan jabatan itu tak sah lagi,” kata Refly kepada hukumonline lewat gagang telepon, Rabu malam (22/9).                   

 

Karena itu, ia menyarankan agar Presiden mengikuti putusan itu dan mengeluarkan Keppres baru jika ingin mengangkat Hendarman kembali. “Jika tidak, sementara dikosongkan, lalu menunjuk Wakil Jaksa Agung untuk melaksanakan tugas Jaksa Agung untuk sementara sampai menunjuk Jaksa Agung baru,” sarannya.

 

Meski demikian putusan MK atas permohonan Yusril itu seperti layaknya keputusan politik yang memberikan penjelasan soal jabatan Jaksa Agung. Selain itu, jika ditinjau prosedur hukum formil yang berlaku di MK, seharusnya legal standing (kedudukan hukum) Yusril tak diterima.  

 

“Pemohon seharusnya memiliki kaitan dengan norma dalam undang-undang yang diuji, kaitannya apa kasus Yusril dengan jabatan masa jabatan Jaksa Agung? Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh jaksa penyidik kan. Terus setelah putusan dikabulkan sebagian, ternyata Yusril tetap tak memperoleh restorasi/rehabilitasi apa-apa atas kasusnya,” tambahnya.

Tags: