Pengadaan Kapal atas Izin DPRD Kabupaten Boven Digoel
Berita

Pengadaan Kapal atas Izin DPRD Kabupaten Boven Digoel

Terdakwa menuturkan pembangunan di Papua tak akan berjalan jika sesuai prosedur.

Oleh:
Fat
Bacaan 2 Menit
Pengadaan Kapal atas izin DPRD Kabupaten Boven Digoel, Foto: Sgp
Pengadaan Kapal atas izin DPRD Kabupaten Boven Digoel, Foto: Sgp

Memasuki babak akhir proses persidangan, terdakwa Bupati Boven Digoel Yusak Waluyo berurai air mata. Sambil duduk di kursi pesakitan, Yusak yang membacakan nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa berharap majelis hakim memberikan keputusan yang bijaksana terhadapnya.

"Yang saya ceritakan mengenai keadaan di Boven Digoel saat saya menjadi bupati, hanya sebagai pertimbangan bagi majelis hakim dalam memberikan pertimbangannya dalam putusan nanti. Karena selama ini tingkat pertumbuhan ekonomi masih memprihatinkan," tutur Yusak di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (26/10).

Bupati yang terpilih kembali pada Pilkada 2010 ini menjelaskan keadaan sosial masyarakat Kabupaten Boven Digoel sebelum pemekaran. Menurutnya, saat dirinya menjadi bupati untuk pertama kali, wilayah dan masyarakat Boven Digoel sangat memprihatinkan.

Dengan luas wilayah lebih dari 27 ribu kilometer persegi, urai Yusak, tingkat kesejahteraan di Boven Digoel sangat rendah. Bahkan angka kematian baik sakit atau gagal melahirkan lebih tinggi ketimbang yang selamat. "Sebelum pemekaran, di Boven Digoel belum ada rumah sakit, setelah pemekaran baru ada (RS), dan bahkan ada beberapa puskesmas," ujarnya.

Selain itu, sarana dan prasarana yang menghubungkan antara desa yang satu ke desa lain masih jauh dari memadai. Tidak sedikit jalan yang ditempuh untuk menuju wilayah tertentu dilalui dengan jalan kaki, karena kendaraan tak bisa lewat. Maka itu, saat dirinya menjadi bupati, Yusak memperbaiki jalan dengan tujuan antar masyarakat bisa berhubungan satu sama lain. "Setelah terpilih jadi bupati saya mulai menata sarana prasarana seperti jalan di Boven Digoel".

Sepanjang membacakan pledoi, terdakwa bersama kuasa hukumnya memutar video rekaman kegiatan terdakwa selama menjadi bupati di Boven Digoel. Ia menampik jika telah menggunakan dana yang dituding jaksa untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, uang yang didapatnya diberikan seluruhnya untuk kepentingan masyarakat Boven Digoel.

Selain itu, alasan pembangunan di Kabupaten Boven Digoel melalui dirinya dianggap hal yang wajar. Menurut Yusak, pembangunan di Papua tidak bisa dilakukan dengan mengikuti aturan perundang-undangan, tapi harus mengikuti kebijakan. Karena jika membangun Papua dengan aturan, Papua akan ketinggalan lebih jauh dari daerah-daerah lain.

"Siapapun bupati pasti melanggar itu. Kita para bupati Papua tidak ada yang kaya. Saya stres yang mulia darimana mengembalikan uang itu. Saya sudah kasih ke wihara, saya sudah kasih ke mesjid, saya sudah kasih ke masyarakat. Darimana saya ganti uang yang dituntut jaksa," tutur Yusak.

Dalam pledoinya, kuasa hukum Yusak pun meminta majelis untuk membebaskan klienya dari seluruh tuntutan jaksa. Karena apa yang dilakukan Yusak semata-mata hanya untuk melayani kepentingan masyarakat Boven Digoel. "Terdakwa tidak mengambil untung sama sekali dan negara tidak dirugikan," ujar pengacara terdakwa, Djufri Taufik.

Menurutnya, pengadaan kapal tanker dilakukan berdasarkan izin prinsip dari DPRD. Isinya, untuk kelancaran memenuhi kebutuhan masyarakat dan bahan bakar minyak, maka DPRD kabupaten Boven Digoel menyetujui pembelian kapal Rp6,5 miliar.

Selain itu, dari Pasal 17 Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa, penunjukan langsung dapat dilakukan dalam hal keadaan tertentu, yakni terkait keamanan pertahanan dan keadilan bagi masyarakat. Dengan kata lain atas dasar keadilan masyarakat dan pertimbangan efisiensi biaya dan waktu, penunjukan langsung dalam pengadaan kapal tanker diperbolehkan.

Tim pengacara Yusak dalam berkas pleidoinya juga beralasan, perintah bupati untuk mencairkan dana keuangan daerah yang diperuntukkan bagi kegiatan pemerintah kabupaten tidak menyalahi aturan. Karena bupati memiliki kewenangan untuk menetapkan pengelolaan keuangan daerah sedangkan pejabat keuangan daerah bertanggung jawab melaksanakan perintah bupati dalam mengelola keuangan daerah.

"Sehingga Perbuatan terdakwa dianggap tidak sebagai perbuatan tercela oleh masyarakat Boven Digoel. Oleh karenanya perbuatan terdakwa tidak bertentangan dengan norma dan etika di Papua. Gaya kepemimpinan dengan melakukan pendekatan adat istiadat atau tidak formalistik sangat berlaku di Boven Digoel," tukasnya.

Sebelumnya, Jaksa menuntut Yusak hukuman lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan. Selain itu, terdakwa juga diminta mengganti kerugian negara sebesar Rp65,2 miliar. Jaksa menganggap Yusak terbukti terlibat dalam dua perkara korupsi. Yaitu kasus korupsi pengadaan kapal tanker pada tahun 2005 dan penggelapan dana kas daerah dalam kurun waktu Januari 2006 hingga November 2007.

Tags:

Berita Terkait