Prof. M. Zaidun: Lakukan Assessment Terhadap Semua LBH
Profil

Prof. M. Zaidun: Lakukan Assessment Terhadap Semua LBH

Ulang tahun ke-40 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia diperingati secara sederhana di Jakarta bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober lalu.

Oleh:
Rfq
Bacaan 2 Menit
Prof. M. Zaidun: Lakukan <i>Assessment</i> Terhadap Semua LBH
Hukumonline

Sejumlah pendiri, dan sesepuh LBH hadir di bangku undangan antara lain Adnan Buyung Nasution, Toeti Herati Noerhadi, Prof. Muhammad Zaidun, dan Abdul Fickar Hajar. Tampak pula mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso –walaupun hanya sebentar. Mereka hadir mengikuti diskusi refleksi atas kiprah YLBHI dan 14 kantor LBH di daerah selama empat puluh tahun terakhir.  

 

M. Zaidun adalah Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya. Pria yang sehari-hari menjabat Dekan Fakultas Hukum Unair ini tak lain adalah ‘alumnus’ YLBHI. Ia pernah memimpin LBH Surabaya periode 1987-1994. Kini ia menjadi salah seorang anggota Dewan Penyantun YLBHI.

 

Dalam refleksi empat puluh tahun YLBHI, Zaidun menggagas pentingnya penilaian atau assesment terhadap LBH yang kini bertebaran dimana-mana. Identitas LBH banyak dipakai, termasuk oleh mereka yang bermotif ekonomi. Pengacara privat menggunakan label LBH seolah-olah yang dilakukannya sepenuhnya probono. “Padahal mereka menarik fee juga dari klien,” kata Zaidun.

 

Karena itu, Zaidun berharap RUU Bantuan Hukum yang kini sudah berada di tangan DPR bisa memuat klausula yang memungkinkan assessment terhadap kantor-kantor LBH. Penilaian itu penting agar lembaga yang mendapat akreditasi pemberi bantuan hukum kelak jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi tetap nada pertanyaan yang muncul. Untuk apa assessment dilakukan, siapa yang melakukan penilaian, dan apa saja kriterianya.

 

Setelah peringatan ulang tahun YLBHI itu, hukumonline mewawancarai Guru Besar Ilmu Hukum Unair itu. Berikut petikannya:

 

Apa urgensi assessment terhadap LBH seperti yang Anda usulkan?

Selama ini mereka yang menggunakan nama lembaga bantuan hukum itu punya paradigma yang berbeda-beda. Pertama, ada yang memberikan bantuan hukum kepada masyarakat secara gratis atau cuma-cuma. Tetapi ada yang sebenarnya adalah kantor advokat tetapi mereka menyebut sebagai lembaga batuan hukum. Sebetulnya praktisi hukum cuma tingkat bawah. Lembaga–lembaga seperti ini yang menyesatkan, karena persepsi masyarakat itu meminta batuan hukum itu memperoleh layanan gratis dari penegak hukumnya. Kalau toh  mereka harus mengeluarkan biaya, itu hanya untuk kepentingan biaya pengurusan proses hukuman itu. Misalnya biaya perkara, mungkin pengecekan alat-alat bukti dan sebagainya. Tetapi kalau jasa lawyernya itu  bantuan secara gratis. Menurut hemat saya ke depan, yang mengenai teknis-teknis ini menjadi perhatian. Karena itu perlu semacam assessment yang akan mengeluarkan akreditasi bahwa lembaga-lembaga yang menggunakan nama LBH atau apapun itu adalah lembaga-lembaga yang bisa memberikan jasa hukum secara gratis. Yang kedua, mereka memberikan jasa hukum adalah orang-orang yang secara profesional mempunyai kompetensi. Jadi kalaupun itu dilakukan oleh LSM dalam memberikan bantuan, tapi mereka harus secara profesional serta sesuai kompetensi dan keahliannya. Bukan amatiran. Jadi, amatlah salah selama ini pemahaman mereka  bahwa bantuan hukum yang diberikan kepada mereka adalah amatiran. Artinya, amatiran dalam pengertian tidak dibayar secara profesional tetapi substansi yang ditangani secara profesional. Itu urgensinya.

 

Artinya, assessment diperlukan agar jelas dan mengerucut LBH yang akan menjalankan gungsi bantuan hukum?

Tags: