Penghapusan Aturan Anak Luar Kawin Akan Berimplikasi Luas
Pengujian UU Perkawinan

Penghapusan Aturan Anak Luar Kawin Akan Berimplikasi Luas

Hakim meminta pemohon untuk mempertimbangkan kembali permohonannya.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Penghapusan aturan anak luar kawin akan berimplikasi luas, <br>Foto: Sgp
Penghapusan aturan anak luar kawin akan berimplikasi luas, <br>Foto: Sgp

Seandainya Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinilai bertentangan UUD 1945 dan dimohon untuk dicabut akan berimplikasi luas. Karenanya, pemohon diminta mempertimbangkan kembali permohonan. Hal itu dikatakan hakim konstitusi Harjono dalam sidang perbaikan permohonan pengujian UU Perkawinan yang dimohonkan artis dangdut Machicha Mochtar, di Gedung MK, Rabu (1/12).


Harjono mengutip Pasal 43 ayat (1) itu, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya atau keluarga ibunya. ”Maksud pemohon kan kenapa pasal itu hanya ditujukan kepada ibunya? Kenapa tidak melibatkan bapaknya?”


Harjono menganggap jika pasal itu dihapus, justru akan membuat status anak di luar kawin semakin tidak jelas. “Kalau pasal itu dihapus, malah UU Perkawinan tidak menjamin hak hubungan perdata antara anak luar kawin dengan ibunya. Ini harus dipertimbangkan kembali,” sarannya.


Ia menilai kasus ini lebih pada status perkawinan pemohon dengan mantan suaminya (Moerdiono, red) yang tidak dicatatkan yang berakibat hukum kepada anaknya yang tak memiliki hubungan hukum dengan bapaknya. “Ini nggak usah dijawab karena prosesnya masih berlanjut, kalau mau dipertahankan atau perkara mau dicabut, dipersilahkan!”


Ketua panel sidang, Maria Farida Indrati mengingatkan bahwa Mahkamah tak berwenang menambah/membuat norma baru yang diuji. “Pemohon menginginkan agar anaknya memiliki hubungan perdata dengan ayah dan ibunya. Kalau pasal 43 ayat (1) dibatalkan kasihan anaknya. Ini perlu dipertimbangkan kembali,” ujarnya mengingatkan.


Perbaikan permohonan

Dalam perbaikan permohonannya kuasa hukum Machicha, Miftachul Ikhwan Al-Nuur menyisipkan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan yang menegaskan suatu perkawinan dianggap sah jika dilakukan menurut ketentuan agama. “Tidak dicatat perkawinan pemohon, tidak menjadikan perkawinannya tidak sah, karena dalam perkawinan Islam tak mensyaratkan pencatatan perkawinan,” dalihnya.


Miftachul menambahkan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) mengandung asas kepastian hukum yang melarang diskriminasi. Dalam kasus ini, anak pemohon yang dianggap anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. “Anak ini diperlakukan diskriminasi sebagai warga negara yang utuh hanya karena perkawinan orang tuanya yang berhak atas jaminan kepastian hukum yang adil,” jelasnya.


Untuk diketahui, lewat kuasa hukumnya, Aisyah Mochtar atau yang dikenal Macicha Mochtar, artis dangdut era 1980-an, menguji Pasal 2 ayat (2) dan 43 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 dan meminta untuk dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 28 B ayat (1) dan (2), Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.


Sebab, pasal itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum hubungan antara anak pemohon dan bapaknya serta melanggar hak konstitusional anak untuk mengetahui asal-usul bapaknya. Norma itu juga berdampak suami pemohon tak berkewajiban untuk memelihara, mengasuh, dan membiayai anak pemohon.


Permohonan ini efek dari perceraian antara Macicha dan mantan suaminya, Moerdiono yang juga mantan Mensesneg pada tahun 1998. Macicha dinikahi Moerdiono secara siri pada tahun 1993 yang dikarunia seorang anak bernama Muhammad Iqbal Ramadhan (14). Kala itu, Moerdiono masih terikat dengan istrinya. Lantaran UU Perkawinan menganut asas monogami mengakibatkan perkawinan Macicha dan Moerdiono tak bisa dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).


Akibatnya, perkawinan mereka dinyatakan tidak sah menurut hukum (negara) dan anaknya dianggap anak luar nikah yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Setelah bercerai, Moerdiono tak mengakui Iqbal sebagai anaknya dan tidak pula membiayai hidup Iqbal sejak ia berusia dua tahun. Efeknya, Iqbal kesulitan terutama dalam pembuatan akta kelahiran lantaran tak ada akta/buku nikah.


Pada 2008, kasus ini juga bergulir ke Pengadilan Agama Tangerang atas permohonan itsbat nikah dan pengesahan anak yang permohonannya tak dapat diterima. Pernikahan antara Macicha dan Moerdiono dianggap sah karena semua rukun nikah telah terpenuhi, seperti adanya mahar, wali nikah, dan saksi. Akan tetapi, pengadilan agama tak berani menyatakan Iqbal anak yang sah karena terbentur dengan asas monogami.

Tags: