Membangun Kesadaran atas Urgensi Data Penegakan Hukum
Fokus

Membangun Kesadaran atas Urgensi Data Penegakan Hukum

Data kuantitatif penegakan hukum sering dianggap tidak penting, kadang dikualifikasi sebagai rahasia. Padahal, rencana program dan anggaran penegakan hukum seharusnya berpijak pada data tersebut.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Membangun kesadaran atas Urgensi data penegakan hukum. <br>Foto: Ilustrasi (Sgp)
Membangun kesadaran atas Urgensi data penegakan hukum. <br>Foto: Ilustrasi (Sgp)

Berapakah jumlah perkara dan terdakwa dalam perkara pidana di kota Anda per bulan? Adakah peningkatan? Jika ada, apakah angka-angka itu dijadikan rujukan ketika membuat rencana program dan anggaran di bidang hukum? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk dijawab kalau kita berbicara tentang statistik penegakan hukum.

 

Kota Palangkaraya bisa dijadikan contoh. Kota yang terlatak di Kalimantan Tengah ini punya rekaman data kasus pidana per bulan, lengkap dengan jumlah terdakwanya. Statistik tahun 2007 kota ini mencatat secara lengkap berapa sisa perkara bulan lalu, tetapi juga jumlah yang masuk pada bulan berjalan. Pada Januari ada 71 sisa perkara pidana yang belum kelar, ditambah yang masuk 1.260 perkara. Sepanjang Oktober, November, hingga Desember, jumlah perkara pidana sudah menurun di bawah angka seribu. Buku Kota Palangkaraya dalam Angka Tahun 2007 itu juga memuat berapa perkara yang diselesaikan aparat penegak hukum setiap bulan.

 

Sayang, tak semua dari lima ratus lebih daerah kabupaten/kota yang punya kesadaran sama dengan Pemerintah Kota Palangkaraya. Bukan hanya daerah, di level nasional pun kesadaran atas pentingnya mengumpulkan data penegakan hukum masih menjadi tanda tanya. Penelusuran yang dilakukan tim pengkaji gabungan tiga lembaga menemukan fakta selama bertahun-tahun data penegakan hukum tidak dipublikasikan, malah cenderung diumpetin alias disembunyikan.

 

Karena itu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Pusat Data Peradilan, dan the Indonesia-Netherlands Legal Reform Program (NLRP) –ketiga lembaga tadi—mencoba menghidupkan kembali ‘tradisi’ pembuatan statistik penegakan hukum. Secara bersamaan, ketiga lembaga melaunching Statistik Penegakan Hukum tahun 2007 dan tahun 2008. Publikasi Statistik Penegakan Hukum 2009 akan menyusul.

 

Disebut ‘tradisi’ karena sebenarnya upaya mengumpulkan dan mempublikasikan data statistik penegakan hukum sudah ada sejak dekade 1950-an. Manajer Program NLRP, Sebastian Pompe, bercerita  selama bertahun-tahun Pemerintah Indonesia menerbitkan berbagai data statistik peradilan dan kejaksaan. Data publikasi reguler pada dekade 1950-an dan 1960-an terkadang sangat rinci. Pada saat itu ada buku saku Statistik Indonesia dalam bahasa Indonesia dan bahasa Ingris. Pompe memuji upaya tersebut mengingat pada saat itu penggunaan komputer belum seperti sekarang. Dengan kata lain banyak yang dikerjakan secara manual. “Toh, setiap tahun Indonesia dengan disiplin dan cerdas bisa kumpulkan data semacam itu,” puji pria asal Belanda itu.

 

Pada dekade 1970-an Ditjen Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman rajin mempublikasikan statistik untuk topik tertentu seperti perdata, pidana, dan data kasus di seluruh pengadilan. Bekerjasama dengan MA dan BPS, Departemen Kehakuman menerbitkan Statistik Kriminal yang berisi integrasi data statistik kriminal yang masuk kepolisian, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Dengan integrasi itu, lebih dimungkinkan akurasi dan harmonisasi data.

 

Data statistik pada dasarnya penting bukan saja untuk melihat apa yang sudah dan belum dicapai, tetap juga untuk menentukan efektivitas dan efisiensi lembaga-lembaga penegak hukum. Termasuk menjadikan data sebagai acuan daya tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan melihat trend data, pengambil kebijakan sebenarnya bisa menentukan sektor hukum mana yang memerlukan perhatian khusus. “Sayangnya, data penegakan hukum belum banyak dimanfaatkan,” kata Astriyani, Koordinator Pusat Data Peradilan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: