Modal di Bawah Seratus Milyar, Bank Umum Menjadi BPR
Berita

Modal di Bawah Seratus Milyar, Bank Umum Menjadi BPR

Bank wajib melakukan pemberitahuan dan pengumuman kepada seluruh nasabah mengenai perubahan izin usaha menjadi BPR.

Oleh:
Yoz
Bacaan 2 Menit
Modal di Bawah Seratus Milyar, Bank Umum Menjadi BPR
Hukumonline

Bank umum yang bermodal cekak harus siap tergusur di tahun 2011. Jika tak bisa memenuhi modal minimum sebesar Rp100 miliar, Bank Indonesia (BI) tak segan mendegradasi bank tersebut menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal ini ditegaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 12/36/DPNP tanggal 23 Desember 2010 tentang Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat.

 

Surat edaran ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 10/9/PBI/2008 tentang Perubahan Izin Usaha Bank Umum menjadi Izin Usaha Bank Perkreditan Rakyat, yang dikeluarkan BI pada 22 Februari 2008.

 

Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso, menjelaskan SE BI itu dikeluarkan terkait pelaksanaan perubahan izin usaha bank umum menjadi BPR yang dilakukan secara mandatory.  Perubahan itu berlaku bagi bank umum yang tidak memenuhi modal inti minimum sebesar Rp100 miliar sesuai dengan PBI No 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum sebagaimana diubah dengan PBI No 9/16/PBI/2007.

 

Pokok-pokok dalam penjelasan SE BI itu untuk memastikan bank melakukan pemberitahuan dan pengumuman kepada seluruh nasabah mengenai perubahan izin usaha menjadi BPR. Selain itu, SE BI juga memperjelas proses penyesuaian perubahan izin usaha dari bank umum menjadi BPR yang mencakup pelaksanaan RUPS, penyesuaian kegiatan usaha termasuk penyesuaian kegiatan sistem pembayaran, penyesuaian jaringan kantor, penyesuaian pelaporan dan pemenuhan ketentuan pengawasan serta penyesuaian infrastruktur.

 

“Kemudian memperjelas mekanisme penyelesaian dana nasabah giro serta transaksi giro yang sedang berjalan,” kata Wimboh.

 

Di samping itu, bank umum yang menjalankan usahanya secara konvensional saat diubah izin usahanya secara mandatory, akan diubah izin usahanya menjadi BPR dan tidak dapat langsung menjadi BPRS. Begitu juga sebaliknya, bank umum syariah yang diubah izin usahanya secara mandatory akan diubah izin usahanya menjadi BPRS dan tidak dapat langsung menjadi BPR.

 

Menurut Wimboh, proses konversi dan kegiatan usaha secara konvensional menjadi syariah atau sebaliknya dilakukan setelah pelaksanaan perubahan izin usaha dari bank umum menjadi BPR atau BPRS. Izin usaha bank umum berubah menjadi izin usaha BPR atau BPRS sejak diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia (SKGBI) tentang perubahan izin usaha bank umum menjadi BPR. “SKGBI akan diberitahukan kepada bank,” tambahnya.

 

Terkait penyelesaian sistem pembayaran, BI mewajibkan bank tersebut untuk melakukan empat hal. Pertama, menutup rekening giro bank di BI dan melakukan penihilan saldo dengan terlebih dahulu memperhitungkan kewajiban pembayaran kepada Bank Indonesia.

 

Kedua, menghentikan kepesertaan dalam kegiatan sistem pembayaran melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS), Scriptless Securities Settlement System (BI-S4), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), Sistem Informasi Daftar Hitam Nasional (SIDHN) kecuali dalam rangka penyelesaian transaksi yang telah berjalan.

 

Ketiga, menjalankan fungsi Kantor Pengelola Daftar Hitam Nasional (KPDHN) sampai dengan masa sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam Nasional terhadap nasabah Bank Umum yang diubah izin usahanya menjadi BPR atau BPRS berakhir.

 

Keempat, menghentikan kegiatan bank di bidang Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan mewajibkan bank untuk melakukan penyelesaian hak dan kewajiban yang timbul dalam kegiatan APMK, kecuali kegiatan APMK berupa transaksi tunai menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang bersifat stand alone.     

 

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad, mengatakan hingga November 2010 masih ada satu bank yang belum memenuhi permodalan Rp100 miliar. Namun, dia optimistis bank itu akan bisa memenuhi kewajibannya hingga akhir tahun 2010. Hal dikarenakan adanya komitmen dari pemegang saham untuk menambah modal. “Jadi saya kira tidak akan dijual,” ujar Muliaman.

Tags: