Sri Murwahyuni: Hakim Agung Tak Lupa Kodrat
Edsus Akhir Tahun 2010:

Sri Murwahyuni: Hakim Agung Tak Lupa Kodrat

Menolak tawaran jabatan pimpinan pengadilan demi keluarga.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Sri Murwahyuni Hakim Agung tak lupa kodratnya, Foto: Sgp
Sri Murwahyuni Hakim Agung tak lupa kodratnya, Foto: Sgp

Perjalanan karir Sri Murwahyuni sebagai hakim terbilang cukup mulus. Sebab, di usianya yang akan menginjak 58 tahun, ia sudah resmi dilantik sebagai hakim agung baru sejak 23 November 2010 lalu bersama Sofyan Sitompul. Meski perempuan kelahiran Februari 1953 itu, bukan berasal dari keturunan sang pemutus perkara.  

 

Sang ayahanda Sri hanyalah seorang petani yang kemudian dipercaya sebagai Kepala Desa seumur hidup di Desa Bandar, Magetan, Jawa Timur. “Bapak saya waktu menjadi kepala desa seumur hidup sejak awal kemerdekaan hingga akhirnya beliau meninggal dunia pada tahun 1985,” tuturnya.

 

Berdasarkan penelusuran hukumonline, Sri Murwahyuni adalah hakim agung perempuan keenam yang sekarang aktif di MA setelah Prof Komariah Emong Sapardjaja, Prof Valerine JL Krickhoff, Prof Rehngena Purba, dan Marina Sidabutar.      

 

Cita-citanya menjadi hakim, sudah tertanam sejak ia duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Bahkan, Sri kecil sejak sekolah dasar (SD) saat bermain-main kerap memposisikan dirinya sebagai seorang hakim.

 

“Lucu memang itu waktu saya masih duduk di bangku SD, misalnya saat bermain boneka, boneka itu seolah bekerja sebagai hakim, saya juga nggak ngerti kenapa saya punya pikiran untuk bercita-cita jadi hakim?” kenangnya.  

 

Ia mengaku cita-citanya untuk menjadi hakim merupakan atas keinginannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh siapapun. “Tetapi, mungkin saja terinspirasi adik kandung saya yang lebih dulu menjadi hakim, sekarang sudah pensiun dan sudah meninggal dunia juga, selain ada juga yang jadi PNS, dokter,” akunya.  

 

Selepas kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, ia mengawali karirnya menjadi PNS di Departemen Kehakiman sejak 1978. Tiga tahun kemudian, tekad perempuan berjilbab itu untuk menjadi hakim semakin mantap, saat Departemen Kehakiman membuka lowongan bagi calon hakim pada 1981. Ia dinyatakan lulus tes dan resmi diangkat menjadi hakim pada 1983.     

Tags:

Berita Terkait