Beramai-Ramai Mengepung Pelaku Pencucian Uang
Fokus

Beramai-Ramai Mengepung Pelaku Pencucian Uang

DPR dan Pemerintah menyetujui pengesahan RUU Transfer Dana menjadi Undang-Undang. Hakim mulai akomodir pembalikan beban pembuktian dalam kasus pencucian uang. Presiden, polisi dan ulama mendukung.

Oleh:
Muhammad Yasin/Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Beramai-ramai mengepung pelaku pencucian uang,<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)
Beramai-ramai mengepung pelaku pencucian uang,<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)

Saat ini polisi sedang memasang telinga dan mata, mengamati pergerakan duit dalam rekening seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sebelumnya polisi sudah menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang rekening mencurigakan sang pegawai. Berdasarkan analisis profil, patut dicurigai jika sang pegawai melakukan transaksi dengan total Rp27 miliar dalam beberapa kali setoran tunai.

 

Rekening dengan nilai transaksi Rp27 miliar tadi hanya salah satu dari 42 hasil analisis rekening mencurigakan pegawai pajak. Saat rapat dengan Komisi Hukum DPR medio Februari lalu, Ketua PPATK Yunus Husein menjelaskan ada 3.616 pegawai yang diteliti, plus 12.089 anggota keluarga mereka. Dari penelitian itu, PPATK antara lain menemukan modus penarikan tunai bukan hanya atas nama pegawai, tetapi juga atas nama isteri dan anak pegawai bersangkutan tanpa didukung dasar transaksi yang memadai.

 

PPATK memang sedang getol memelototi rekening-rekening mencurigakan. Sasaran PPATK bukan hanya pegawai pajak. Transaksi mencurigakan berkaitan dengan terorisme juga dianalisis. Pada akhir tahun lalu, PPATK melansir ada 128 transaksi mencurigakan terkait terorsme. Dari semua kasus ini, motif pencucian uang menjadi fokus perhatian. Apalagi setelah kasus Gayus Halomoan Tambunan dan Bahasyim Assifie terungkap.

 

Sejumlah pihak kini pasang kuda-kuda. Aparat hukum berusaha memproses para pelaku pencucian uang ke meja hijau. Sepanjang tahun 2010, Mahkamah Agung menerima 11 perkara pencucian uang, setara dengan 0,33 persen dari total 3291 tindak pidana khusus. Hakim juga menjatuhkan hukuman relatif berat kepada pelaku.  

 

Menjerat pelaku pencucian uang bukan perkara gampang mengingat perbuatan ini termasuk kategori white collar crime. Apalagi sangat mungkin perdebatan hukum klasik: apakah kejahatan asal (predicate crime) harus dibuktikan terlebih dahulu baru membuktikan pencucian uang, atau kedua tindak pidana itu bisa dilepaskan satu sama lain. “Kita harus membuktikan apakah itu terkait pencucian uang, kemudian kita harus buktikan korupsinya,” kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Ito Sumardi.

 

Untuk mencari solusi atas persoalan ini, PPATK dan Kejaksaan Agung sebenarnya sudah pernah mengajak Polri dan Mahkamah Agung untuk duduk bersama. Hakim Agung Djoko Sarwoko, dalam workshop 2009 itu menegaskan sikapnya:tindak pidana pencucian uang bersifat independen, mandiri, dan memiliki karakter tersendiri. Sehingga, proses penegakan hukumnya tidak terpengaruh oleh pembebasan terdakwa dari predicate crime.

 

UU Transfer Dana

Tidak ketinggalan, eksekutif dan legislatif menyiapkan perangkat hukumnya. Komponen bangsa yang lain berlomba menghujat pelaku pencucian uang. Perangkat hukum terakhir yang disepakati DPR dan Pemerintah adalah Undang-Undang tentang Transfer Dana. Rapat Paripurna DPR, 22 Februari lalu, menyetujui Rancangan Undang-Undang Transfer Dana itu disahkan menjadi Undang-Undang. Menurut Ketua Pansus RUU, Edwin Kawilarang, prinsip-prinsip transfer dana yang legal diatur dalam wet ini.

Tags: