Ketua MA: KAI Bukan Wadah Tunggal
Utama

Ketua MA: KAI Bukan Wadah Tunggal

KAI balik menilai pembentukan Peradi melanggar hukum.

Oleh:
Leo Wisnu Susapto
Bacaan 2 Menit
Ketua MA anggap pembentukan KAI melebihi batas waktu UU<br> Advokat. Foto: Sgp
Ketua MA anggap pembentukan KAI melebihi batas waktu UU<br> Advokat. Foto: Sgp

Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa menilai Kongres Advokat Indonesia (KAI) bukan wadah tunggal advokat. Penilaian itu dituangkan dalam jawaban atas gugatan perbuatan melawan hukum yang dilayangkan KAI pada dirinya.

 

Pernyataan Ketua MA dibacakan Pri Pambudi Teguh, salah seorang kuasa hukum Harifin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (22/3). Landasan penilaian tersebut adalah Pasal 28 ayat (1) UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

 

Pasal tersebut menentukan organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi pengacara yang bebas dan madiri. Pembentukan wadah profesi advokat itu sesuai ketentuan undang-undang guna meningkatkan kualitas profesi advokat.

 

Selanjutnya, Pasal 32 ayat (4) UU Advokat, mengharuskan dalam waktu paling lama dua tahun setelah diundangkan, organisasi advokat terbentuk. Diketahui, UU Advokat diundangkan 5 April 2003. Sedangkan KAI terbentuk 30 Mei 2008.

 

“Dengan sendirinya, keberadaan KAI bukan sebagai wadah profesi advokat satu-satunya,” tukas Pri Pambudi. Karena itu pula, lanjutnya, KAI tidak mempunyai kapasitas hukum apapun untuk berdiri sebagai pihak di muka pengadilan.

 

Menanggapi jawaban Ketua MA, kuasa hukum penggugat, Erman Umar menyatakan apa yang disampaikan tergugat hanyalah penafsiran. Sedangkan penafsiran yang diikuti haruslah dipaparkan oleh ahli. “Advokat juga memberikan penafsiran berbeda,” imbuhnya.

 

Menurut Erman, pembentukan Peradi sebagai wadah tunggal juga bertentangan karena UU Advokat mensyaratkan harus melalui kongres atau musyawarah nasional. Tetapi, hanya disepakati ketua dan sekretaris jenderal delapan organisasi advokat.

 

Meski demikian, sambung Erman, tak ada sanksi pembatalan buat Peradi. Sebaliknya, pemerintah dan MA mengakui wadah tunggal Peradi, lalu bisa melantik anggota. “Karena itu KAI menilai ada perbuatan melawan hukum pembentukan Peradi,” tandasnya.

 

KAI juga menilai ada perbuatan melawan hukum lain yang dilakukan Ketua MA dengan terbitnya Surat Ketua MA (SKMA) No 089/KMA/VI/2010 perihal Penyumpahan Advokat. Karena, SKMA itu bertentangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa Pengadilan Tinggi diwajibkan mengambil sumpah advokat.

 

Sikap MA itu, menurut Erman, menunjukkan ada hal yang ingin ditutupi MA. “Secara terselubung MA seperti tidak rela, karena dulu MA dan Departemen Kehakiman menjadi pengawas advokat,” ujarnya.

 

Mengenai SKMA, pihak MA sendiri berpendapat, tidak ada frasa kata apapun yang melarang Ketua Pengadilan Tinggi untuk mengambil sumpah para calon advokat yang dicalonkan KAI. Sedangkan mengenai penilaian penggugat bahwa MA bersikap memihak, lembaga tinggi negara ini menyatakan tidak memiliki kepentingan apapun terkait organisasi advokat manapun.

 

“Satu-satunya kepentingan yang diemban MA adalah terbentuknya wadah tunggal organisasi advokat seperti diamanatkan Pasal 28 UU Advokat,” terang Pri Pambudi.

 

Persoalan yang muncul kemudian, ujar Pri Pambudi, adalah sepenuhnya urusan antar advokat. MA tidak mempunyai otoritas untuk menyelesaikan persoalan tersebut, apalagi mencampuri.

 

Disampaikan Pri Pambudi, Peradi telah digugat di MK dan PN Jakarta Pusat yang kesemuanya ditolak hakim. Jika masih terdapat ketidakpuasan terhadap Peradi sebagai wadah tunggal advokat, MA menyarankan KAI mengajukan gugatan pembatalan Pasal 28 UU Advokat ke Mahkamah Konstitusi. Atau, mengajukan gugatan pembatalan Peradi sebagai wadah tunggal advokat ke peradilan umum.

 

Menurut Pri Pambudi, langkah itu diperlukan karena tanpa putusan hakim, sebagai institusi penegak hukum, tak mungkin MA melanggar Pasal 28 UU Advokat.

 

Tags: