Peradi Tidak Klaim Wadah Tunggal
Berita

Peradi Tidak Klaim Wadah Tunggal

Tapi satu-satunya organisasi yang diberikan mandat UU Advokat untuk menjalankan dan meningkatkan kualitas advokat. Demi melindungi kepentingan masyarakat pencari keadilan.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Peradi tidak mengklaim diri sebagai wadah tunggal profesi <br>advokat. Foto: Sgp
Peradi tidak mengklaim diri sebagai wadah tunggal profesi <br>advokat. Foto: Sgp

Air muka Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan mulai berubah. Jika sebelumnya ia terlihat santai di saat awal memberi sambutan dalam pelantikan pengurus Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jakarta Pusat, maka raut wajahnya berubah menjadi serius sejurus kemudian.

 

“Ini berkaitan dengan pengujian Undang-Undang Advokat di Mahkamah Konstitusi,” kata Otto, akhir pekan lalu.

 

Otto gusar karena berdasarkan catatannya, UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat sudah pernah sembilan kali diuji. Dari seluruh pengujian itu, ada satu yang akhirnya membatalkan keberadaan Pasal 31 UU Advokat. Pasal itu intinya memberi ancaman pidana bagi pihak yang berpura-pura mengaku dan menjalankan profesi sebagai advokat.

 

“Dari sembilan kali pengujian itu, dua di antaranya adalah pengujian terhadap Pasal 28 yang mengatur tentang keberadaan organisasi advokat. Hasilnya ditolak. Sekarang pasal itu kembali diuji di MK.”

 

Setelah ditelisik, lanjut Otto, argumen yang digunakan untuk menguji Pasal 28 UU Advokat bisa dibilang serupa. Para pemohon menganggap keberadaan Pasal 28 UU Advokat tersebut melanggar kebebasan berserikat yang dijamin Pasal 28 UUD 1945 dan kebebasan mencari mata pencaharian seperti diatur Pasal 27 UUD 1945.

 

Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat lengkapnya merumuskan: Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat.

 

Di sini Otto merasa tak habis pikir. Mengapa pengujian pasal yang sama dengan argumen yang serupa masih dilakukan. “Padahal putusan Mahkamah Konstitusi harusnya bersifat final dan mengikat. Kenapa masih terus diuji dengan argumentasi yang hampir sama?”

Halaman Selanjutnya:
Tags: