Perpres 16 dan Pemanfaatan Ruang Antariksa
Berita

Perpres 16 dan Pemanfaatan Ruang Antariksa

Bagaimana hukum mengatur benda-benda yang jatuh dari antariksa? Bisakah meminta ganti rugi?

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Perpres 16 dan Pemanfaatan Ruang Antariksa
Hukumonline

Anda masih ingat benda jatuh dari angkasa di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, tahun lalu? Benda luar angkasa jatuh, merusak tiga rumah penduduk. Peneliti astronomi dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional menyimpulkan benda jatuh tersebut adalah meteor.

 

Benda jatuh dari langit tak hanya meteor. Dalam beberapa kasus adalah serpihan pesawat seperti yang terjadi di Batam November tahun lalu. Serpihan pesawat Qantas jatuh di Batam. Benda lain yang mungkin menyebabkan kerusakan di bumi adalah serpihan benda-benda akibat aktivitas manusia di luar angkasa atau antariksa. Dunia antariksa telah dieksplorasi secara kompetitif sejak persaingan antara Rusia dan Amerika Serikat pada dekade 1960-an. Kini semakin banyak negara yang memanfaatkan ruang angkasa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

 

Dalam kasus kejatuhan serpihan pesawat, pengadilan Indonesia sudah pernah memenangkan gugatan warga. Masih ingat gugatan warga Sepatan Tangerang terhadap perusahaan penerbangan Jepang, JAL? Sepuluh tahun lalu, warga menggugat setelah pesawat JAL jatuh pada 5 September 2000 dan menimpa rumah, sawah, dan tempat ibadah penduduk Tanah Merah, Kedaung Barat, dan Jati Mulya, Tangerang. Warga menggugat berbekal Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan warga dan menghukum JAL. Belum diperoleh informasi kelanjutan proses hukum gugatan ini.

 

Tetapi kasus ini mengindikasikan kemungkinan munculnya gugatan akibat jatuhnya benda dari ruang angkasa. Bagaimana kalau yang jatuh adalah serpihan satelit yang diluncurkan ke antariksa? Masalah ini mengemuka karena pada 3 Maret lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Perpres No. 16 Tahun 2011 (Perpres 16). Perpres ini mengesahkan persetujuan atas kerjasama Indonesia – Ukraina bidang eksplorasi dan pemanfaatan antarariksa untuk maksud damai (exploration and peaceful uses of outer space).

 

Perpres ini merupakan tindak lanjut dari persetujuan pemerintah kedua negara sebelumnya. Kedua negara sepakat untuk bekerjasama antara lain merencanakan dan melaksanakan proyek-proyek antariksa bersama; pengembangan dan pemanfataan bersama peluncur dan sistem antariksa lainnya; dan pertukaran personil dan informasi. Kerjasama Indonesia – Ukraina mengatur bukan saja hak kekayaan intelektual, tetapi juga pertanggungjawaban hukum dan penyelesaian sengketa.

 

Klausul pertanggungjawaban hukum diatur dalam pasal 13 Lampiran Perpres 16. Kedua negara sepakat untuk saling melepaskan tanggung jawab antara kedua pihak, termasuk tanggung jawab kontraktor. Kalau dalam kerjasama itu, misalnya, terjadi insiden yang menyebabkan kerusakan pada orang, badan, atau kekayaan, maka kedua pihak sepakat untuk melepaskan tanggung jawab. Tetapi itu bukan berarti lepas dari kemungkinan gugatan. Ayat (3) pasal sama menyebutkan “Dalam hal tuntutan-tuntutan yang timbul berdasarkan Konvensi tentang Tanggung Jawab Internasional Terhadap Kerugian yang Disebabkan Oleh Benda-Benda Antariksa”, maka, “para pihak wajib dengan segera berkonsultasi mengenai pemberlakuan pasal-pasal yang relevan dengan konvensi tersebut”.

 

Kalaupun terjadi perbedaan mengenai penafsiran, Indonesia dan Ukraina sepakat untuk mengedepankan penyelesaian sengketa melalui negosiasi langsung. Kalau mentok, baru diselesaikan melalui forum internasional yang disepakati.

Halaman Selanjutnya:
Tags: