Kuasa Parate Eksekusi Langgar UU
Berita

Kuasa Parate Eksekusi Langgar UU

Pasal 6 jo Pasal 15 ayat (1) huruf b UU Hak Tanggungan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Kuasa Parate Eksekusi Langgar UU
Hukumonline

Hak untuk melakukan parate eksekusi (benda tidak bergerak) hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan pertama jika debitur ingkar janji sesuai Pasal 6 UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Hak tersebut diberikan oleh undang-undang (UU Hak Tanggungan), bukan lahir atas dasar perjanjian kuasa yang diatur dalam Buku III KUHPer.  

 

Demikian pendapat Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Mariam Darus saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang pleno pengujian UU Hak Tanggungan yang dimohonkan Uung Gunawan di Gedung MK Jakarta, Selasa (21/6). Mariam Darus dan Herowati Poesoko sengaja dihadirkan sebagai ahli yang dihadirkan oleh pemerintah.

 

Mariam mengatakan Pasal 15 ayat (1) huruf b UU Hak Tanggungan mengatur bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) harus dibuat dengan akta notaris yang tidak memuat kuasa substitusi. “Kuasa substitusi ini menyangkut pengalihan kuasa dari penerima kuasa kepada pihak lain. Elemen penggantian kuasa ini tidak memberikan batasan terhadap perjanjian kuasa sepanjang memenuhi Pasal 1320 KUHPer,” katanya.

 

Menurutnya, mengacu pada Pasal 15 ayat (1) huruf b itu pemegang hak tanggungan pertama dilarang memberi kuasa kepada pihak lain dengan pengalihan (kuasa substitusi). “Larangan ini bersumber dari undang-undang bukan atas dasar perjanjian kuasa, makanya setiap orang wajib menaatinya,” ujarnya di hadapan majelis pleno yang diketuai Moh Mahfud MD.   

 

Karena itu, Pasal 6 jo Pasal 15 ayat (1) huruf b UU Hak Tanggungan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, UU Hak Tanggungan telah memenuhi asas keseimbangan, iktikad baik, jaminan umum, utang wajib dibayar, dan kepastian hukum. 

 

Hal senada dikatakan oleh Herowati yang mengatakan hak menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri hanya berlaku bagi pemegang hak tanggungan pertama secara pribadi. “Logikanya, pengajuan parate eksekusi oleh kuasa hukum atau advokat bertentangan dengan Pasal 6 UU Hak Tanggungan,” kata Herowati.

 

Menurut Herowati, pemberian kuasa untuk melakukan parate eksekusi  kepada kuasa hukum atau advokat adalah suatu perjanjian yang syaratnya diatur dalam 1320 KUHPer. Salah satu syaratnya sebab yang halal atau tidak terlarang. Karena itu, pemberian kuasa pemegang hak tanggungan pertama kepada advokat untuk mengajukan parate eksekusi merupakan sebab yang terlarang menurut undang-undang.

 

“Pemberian kuasa itu bertentangan dengan Pasal 6 jo Pasal 20 UU Hak Tanggungan dan Pasal 1320 KUHPer yang berakibat batal demi hukum,” kata Guru Besar FH Universitas Jember itu. “Dengan demikian penolakan Dirjen Kekayaan Negara atas pengajuan parate eksekusi oleh advokat tidak bertentangan dengan UUD 1945.”                                

 

Untuk diketahui, Uung Gunawan, seorang advokat yang mengaku sering menjadi kuasa hukum pihak bank, merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 6 jo Pasal 15 ayat (1) huruf b UU Hak Tanggungan. Sebab, pasal itu mengakibatkan hal-hal yang berhubungan dengan eksekusi benda (tidak bergerak) yang dibebani hak tanggungan ketika akan dilelang, tak bisa dikuasakan kepada advokat.

 

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1), permohonan parate eksekusi atau eksekusi dengan kekuasaan sendiri tanpa lewat pengadilan, ditafsirkan harus dilakukan oleh pihak bank sendiri atau pimpinan cabang yang memiliki piutang (tagihan) atas benda jaminan jika debitur ingkar janji. Ketentuan ini, menurut Uung, bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

 

Awalnya, ketika pemohon mewakili Bank Buana untuk mengajukan parate eksekusi di kantor lelang tidak pernah ditolak. Namun, saat mengajukan hal yang sama kantor lelang cabang Lampung menolaknya. Atas penolakan itu, pihaknya mengirimi surat keberatan ke Dirjen Kekayaan Negara.

 

Dalam suratnya, Dirjen Kekayaan Negara beralasan Pasal 15 ayat (1) UU Hak Tanggungan permohonan parate eksekusi harus ditafsirkan dilakukan oleh pihak bank sendiri (direksi) atau lewat pimpinan cabang yang memiliki piutang (tagihan) atas benda jaminan.

 

Tags: