Hierarki Peraturan Perundang-undangan Berubah
Berita

Hierarki Peraturan Perundang-undangan Berubah

TAP MPR secara resmi kembali masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Rapat paripurna DPR setujui RUU Pembentukan Peraturan<br> Perundang-undangan. Foto: SGP
Rapat paripurna DPR setujui RUU Pembentukan Peraturan<br> Perundang-undangan. Foto: SGP

DPR dan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyetujui RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kesepakatan ini dicapai dalam rapat paripurna DPR, Jumat (22/7). Jika nanti resmi diundangkan, RUU ini secara otomatis akan menggantikan UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 

“Bagaimana apakah RUU ini bisa disahkan (disetujui,-red)?” tanya Wakil Ketua DPR Anis Matta di ruang rapat paripurna DPR yang kemudian dijawab setuju oleh para anggota dewan yang hadir.

 

Ketua Pansus RUU ini Sutjipto memaparkan ada beberapa perubahan penting dalam RUU ini dibanding UU No 10 Tahun 2004. Salah satunya adalah dimasukkannya kembali Ketetapan MPR (TAP MPR) ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Sebelumnya, UU No 10 Tahun 2004, telah mengeluarkan TAP MPR dari hierarki.

 

Pasal 7 ayat (1) RUU ini menyatakan Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu); d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”

 

Aturan ini lebih luas dibanding Pasal 7 ayat (1) UU No 10 Tahun 2004 yang menyatakan hierarki peraturan perundang-undangan berupa a. UUD 1945; b. Undang-Undang/Perppu; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah.

 

“Dicantumkannya kembali TAP MPR ke dalam hierarki, sebagai konsekuensi karena masih banyak TAP MPR yang masih berlaku. Sehingga, dengan masuknya kembali ke dalam hierarki, secara hukum kekuatannya lebih kuat dibanding sebelumnya,” ujar Sutjipto.

 

Sementara, Patrialis menuturkan aturan ini memang untuk memperkuat TAP MPR yang masih ada saat ini. Sehingga, kekuatannya lebih mengikat lagi. “TAP-TAP itu sekarang sudah mempunyai kekuatan hukum lagi,” ujar mantan Anggota Komisi III DPR ini.

 

Ke depannya, Patrialis mengakui bila MPR tak bisa lagi membuat Ketetapan (TAP) yang bersifat regeling atau pengaturan. Jadi, Ketetapan MPR Yang bisa dibuat ke depan hanya bersifat beschikking atau keputusan. Misalnya, pengambilan sumpah atau pelantikan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR melalui ketetapannya.

 

“Itu memang bersifat beschikking, tapi tetap harus dimasukkan ke dalam hierarki supaya lebih mempunyai kekuatan,” ujar Patrialis.

 

Sebelumnya, Pengajar Ilmu Peraturan Perundang-undangan UI Sonny Maulana Sikumbang menilai masuknya TAP MPR ke dalam hierarki merupakan langkah mundur. “Ini seperti mundur kembali ke belakang. Padahal, dahulu TAP MPR sudah dikeluarkan dari hierarki,” ujarnya.

 

Sekedar mengingatkan, TAP MPR memang sempat masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam TAP MPRS No XX/MPRS/1966 dan TAP MPR No III/MPR/2000. Namun, akhirnya TAP MPR dikeluarkan dari hierarki sejak 2004.

 

Sonny menduga adanya kepentingan politik antar lembaga ketimbang kajian ilmiah dalam pembahasan revisi UU No 10 Tahun 2004 ini. “Saya melihat sangat kental muatan politisnya,” ujarnya. Ia menilai ada upaya berlomba-lomba memasukkan produk hukum miliknya ke dalam hierarki, sehingga membuat sebuah lembaga memiliki power.

 

Contohnya, sikap FPDIP yang lebih ngotot memasukkan TAP MPR dibanding mempertahankan Perpres. Sonny menduga ini ada hubungannya dengan MPR yang saat ini dipimpin oleh Taufik Kiemas, politisi senior asal PDIP. “Ini kan kepentingan jangka pendek,” ujarnya.

Tags: