Petugas Pengadilan Bertindak “Kurang Ajar”
Surat Pembaca

Petugas Pengadilan Bertindak “Kurang Ajar”

Pada hari Jum’at 5 Agustus saya hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengikuti sidang tilang SIM (Surat Izin Mengemudi).

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Petugas Pengadilan Bertindak “Kurang Ajar”
Hukumonline

Saya datang  ke pengadilan dengan maksud untuk mendapatkan keadilan, karena saya merasa tidak bersalah secara muthlak pada kesalahan yang dituduhkan kepada saya. Setiap orang mempunyai hak untuk membela diri dan ada asas praduga tak bersalah yang dimiliki oleh setiap orang termasuk saya.

 

Pada saat proses penilangan yang dilakukan oleh polisi, saya tidak bisa membela diri, meskipun saya merasa tidak mutlak bersalah. Pasalnya saya dianggap melanggar Undang-Undang Lalu Lintas dan Jalan pasal 293 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap orang yang mengendarai sepeda motor tidak menyalakan lampu utama pada siang hari akan dipidana kurungan paling lama lima belas (15) hari atau denda paling banyak Rp. 100.000,-00 dan polisi pada saat itu mengatakan “anda bisa menjelaskannya nanti di pengadilan”, saat saya mengelak dari tuduhan itu. Saya pun datang ke pengadilan satu minggu kemudian.

 

Namun petugas pengadilan berkata lain. Saya dan puluhan atau bahkan ratusan orang mungkin yang bernasib sama tidak diberikan kesempatan untuk membela diri, hak saya telah dirampas dengan alasan saya dianggap terlambat datang ke pengadilan. Petugas pengadilan yang tidak santun itu justru telah memvonis saya sebagai orang yang mutlak bersalah (melakukan pelanggaran lalulintas) tanpa memberikan kesempatan bagi saya untuk menjelaskan, “Anda melanggar kan” katanya. petugas itu bertindak laiknya seorang Hakim dalam persidangan.

 

Menurut petugas itu sidang hanya diadakan pukul 09.00 WIB, di luar itu maka tidak bisa mengikuti sidang. Saya memang datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pukul 13.10 WIB yang dianggapnya terlambat. Namun keterlambatan saya bukan tanpa alasan. Pasalnya jadwal yang tertera dalam surat tilang yang diberikan oleh polisi selaku petugas yang menilang saya itu tidak jelas dalam menuliskan angka 9, sehingga menimbulkan penafsiran yang saya anggap itu adalah angka 1, namun menurut petugas pengadilan itu adalah angka sembilan sampai akhirnya terjadi perdebatan, dan petugas itu mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak pantas diucapkan oleh seorang petugas pelayan masyarakat.

 

“Ini angka sembilan” cetusnya. “Masa angka sembilan seperti ini (saya sambil menunjuk pada angka yang tertera dalam surat tilang), ini angka satu pak” saya menjelaskan. Petugas itu sepontan mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, entah apa motivnya. “jam satu pale lu peang” sontak saya mengatkan “pak yang sopan dong kalo ngomong, apa maksudnya itu (Anda ngomong kasar) orang itu terdiam sejenak dan mengatakan “ya ini jam sembilan”.

 

Akhirnya kami pun berdebat sedikit sengit lantaran petugas yang lain ikut membela temannya yang tidak sopan itu. “Anda juga yang sopan dong” katanya dengan nada tinggi sedikit membentak. Petugas itu mempermasalahkan hal-hal yang tidak penting, misalnya saja ketika saya berbicara sambil meletakkan kedua tangan saya di perut (seperti orang shalat) atau ketika saya sedang memegang meja, hal semacam itulah yang dipermasalahkan, orang itu sengaja mencari-cari celah untuk membalas ucapan saya dan menganggap saya tidak sopan. “Kalo saya duduknya begini baru...” lanjutnya masih dengan nada tinggi sambil mencontohkan dengan mengangkat salah satu kakinya ke atas bangku.

 

Perdebatan masih berlangsung, “OK biar adil nih kita tanyain ke orang lain” katanya sambil menatap saya  “Mas.. Mas.. ini angka sembilan atau angka satu” tanyanya kepada orang yang berada di belakang saya, “mmmmm wah ga jelas ya, ini sih kayanya Polisinya yang nulisnya ga jelas” jawabnya sambil melihat angka yang dimaksud dalam surat tilang. saya pun tidak menyerah begitu saja, sampai pada akhirnya seseorang datang menghampiri dan menenagkan saya. “sudahlah mas gak usah diladenin, percuma gak ada gunanya, karena dia itu cuma petugas lapangan aja mas, gak bakalan menyelesaikan masalah” sarannya sambil merangkul saya dan mengajak saya ngobrol, dan saya pun meninggalkan petugas itu. Belakangan diketahui bahwa orang itu adalah seorang wartawan salah satu surat kabar di Jakarta.

Halaman Selanjutnya:
Tags: