Pegiat Sosial Media Perlu Kode Etik
Utama

Pegiat Sosial Media Perlu Kode Etik

Kementerian Komunikasi dan Informatika lebih mendorong para pegiat sosial media untuk membentuk asosiasi dan komunitas.

Oleh:
M Vareno Tarnes
Bacaan 2 Menit
Saatnya organisasi wartawan seperti PWI mengatur media sosial. Foto: pwi.or.id
Saatnya organisasi wartawan seperti PWI mengatur media sosial. Foto: pwi.or.id

Maraknya pergerakan media sosial dan citizen journalism dewasa ini perlu disikapi serius. Peran media sosial tak bisa lagi dapat dikesampingkan dalam penyebaran arus informasi. Setiap orang bisa mengambil peran jurnalis sebagai penyampai informasi. Tak pelak, kode etik dan aturan yang memayungi para pegiat sosial media ini menjadi penting.

 

Demikian disampaikan Djaffar Assegaf, Corporate Advisor Media Group. Menurutnya, perlu kajian serius dari asosiasi wartawan seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk menentukan posisi para pegiat media sosial ini. Jika diperlukan, bahkan PWI bisa membentuk divisi sendiri yang mengurusinya.

 

Setidaknya, kata Djaffar, ada dua alasan pentingnya menegaskan posisi pegiat media sosial dalam ranah jurnalisme dan pers di Indonesia. Pertama, soal perlindungan. Dengan dikategorikan sebagai jurnalis dan membuat karya jurnalistik, pegiat sosial media bisa mendapatkan perlindungan sebagaimana diberikan kepada wartawan.

 

“Walaupun hanya bekerja di media sosial, tapi mereka juga berpotensi menghadapi ancaman, fitnah, dan lainnya yang perlu dibela secara organisasi,” kata Djaffar ditemui usai sebuah seminar di Jakarta, Kamis (18/8).

 

Selain itu, pegiat media sosial juga berhak atas perlindungan copyright (hak cipta) atas tulisan-tulisannya. “Sekarang tidak jarang media elektronik, terutama televisi yang mengambil materi berita dari media sosial, seperti blog atau twitter,” lanjutnya.

 

Di sisi lain, tegas Djaffar, dengan dianggap sebagai wartawan, pegiat sosial media juga terikat etika jurnalistik. “Itu akan otomatis seharusnya, kalau tidak dia (pegiat media sosial) bisa melemparkan isu apa saja. Jangan lupa, materi yang disampaikan melalui media sosial ini jauh lebih berisiko, karena bisa diakses siapapun dan di manapun,” jelasnya.

 

Mantan Ketua Dewan Pers, Atmakusumah Astraatmadja tidak sepakat dengan usulan mengkategorikan pegiat sosial media sebagai jurnalis. “Itu bergantung, saya kira perlu sangat hati-hati menyebut media komunikasi sosial ini sebagai media pers dan karya jurnalistik,” katanya.

Tags: