Uang Pribadi Disita, Tersangka Gugat KPK
Utama

Uang Pribadi Disita, Tersangka Gugat KPK

Penerapan pembuktian terbalik juga dipersoalkan penggugat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Syarifuddin Umar gugat KPK terkait penyitaan uang pribadinya. Foto: Sgp
Syarifuddin Umar gugat KPK terkait penyitaan uang pribadinya. Foto: Sgp

Seorang koruptor seringkali dilabeli stigma sebagai penjahat yang merampok uang negara. Lalu, bagaimana jika sebaliknya? Bagaimana jika seorang tersangka justru merasa uang pribadinya “ditilep”? Itulah yang kini dirasakan Syarifuddin Umar, hakim non aktif yang berstatus tersangka kasus penyuapan. Syarifuddin merasa uang pribadinya dalam bentuk mata uang asing disita secara melawan hukum oleh KPK. Jumlahnya, cukup besar, Rp2 milyar.

 

Atas dasar itu, Syarifuddin melayangkan gugatan terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Komisi yang dipimpin Busyro Muqoddas itu dituding melakukan perbuatan melawan hukum dalam melakukan penyitaan. Dalam petitum gugatan, Syarifuddin menuntut ganti rugi immaterill sebesar Rp5 miliar dan materiil Rp60 juta.

 

Dalam persidangan yang digelar Selasa (27/9), majelis hakim yang diketuai Albertina Ho mengimbau kedua belah pihak untuk menempuh proses mediasi terlebih dahulu. Proses mediasi yang akan dipimpin hakim mediator Suhartono itu akan berlangsung selama satu pekan.

 

Pengacara Syarifuddin, Irwan Muin mengatakan pihaknya menduga ada serangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan penyidik KPK dalam penanganan kasus kliennya. Salah satunya terkait tindakan penyitaan yang dinilai melawan hukum. Pasalnya, uang pribadi milik Syarifuddin turut disita.

 

Dituturkan Irwan, saat penggerebekan di rumah Syarifuddin di Sunter, Jakarta Utara, petugas KPK menyita sejumlah barang. “Di antaranya yang disita sejumlah laptop, handphone, maupun uang pribadi milik Syarifuddin yang disimpan dalam lemari, dompet, kantong celana, laci lemari di rumah Syarifuddin,” ujarnya.

 

Namun, KPK melalui juru bicaranya kepada media massa menyatakan barang bukti kasus Syarifuddin hanya yang sebesar Rp250 juta. Hal ini kemudian diperkuat dengan berita acara pemeriksaan barang bukti. “Namun, uang pribadi milik Syarifuddin tersebut disita,” Irwan menambahkan.

 

Hal lain yang dipersoalkan Syarifuddin adalah penerapan pembuktian terbalik dalam proses penyidikan. Menurut Irwan, pembuktian terbalik seharusnya diterapkan ketika kasus sudah sampai di pengadilan atau dengan kata lain, ketika tersangka beralih status menjadi terdakwa. Terkait hal ini, Irwan merujuk pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: