Problem Hukum Upah Proses Pasca Putusan MK
Kolom

Problem Hukum Upah Proses Pasca Putusan MK

Putusan MK yang menyatakan upah proses dalam masa skorsing harus dibayarkan hingga putusan berkekuatan hukum tetap dianggap tidak adil dan memberatkan pengusaha.

Bacaan 2 Menit
Problem Hukum Upah Proses Pasca Putusan MK
Hukumonline

Praktik hukum ketenagakerjaan khususnya dalam hal perselisihan pemutusan hubungan kerja yang saat ini diterapkan para praktisi, baik pihak pengusaha, pekerja, pemerintah (mediator) dan hakim dalam melakukan penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), sesungguhnya telah sesuai sesuai dengan peraturan perundang undangan. Dengan menempuh  proses hukum perundingan bipartit, mediasi dan pengajuan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

 

Dalam praktik apabila ditemukan bukti pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan maka pengusaha akan mengundang karyawan untuk melakukan perundingan bipartit. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan maka diterbitkan surat skorsing. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya perbuatan berlanjut seperti menghilangkan dokumen atau untuk memberikan ruang yang cukup bagi karyawan dalam menjalani proses hukum.

 

Tindakan skorsing diperbolehkan oleh undang-undang, asalkan tetap membayarkan upah beserta hak-hak lain yang biasa diterima oleh karyawan. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 155 ayat (3) UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Akan tetapi ketentuan pasal tersebut tidak menjelaskan sampai kapan upah beserta hak-hak lain harus tetap dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan yang sedang diskorsing.

 

Oleh karena tindakan skorsing yang diatur dalam ketentuan Pasal 155 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, merupakan penyimpangan dari ketentuan Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, maka perlu dikaji isi ketentuan yang berbunyi, sebagai berikut: Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

 

Ketentuan yang berbunyi “Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan…..” oleh para praktisi ditasfirkan sebagai putusan Pengadilan Hubungan Industrial, sehingga setelah majelis hakim membacakan putusan, maka hubungan kerja telah berakhir, termasuk hak dan kewajiban dari pengusaha dan pekerja.

 

Dasar penafsiran tersebut telah diterapkan dalam praktik hukum ketenagakerjaan untuk dasar melakukan pembayaran upah skorsing atau sering disebut sebagai upah proses, sehingga pengusaha hanya akan membayarkan upah skorsing atau upah proses sampai dengan putusan Pengadilan Hubungan Industrial.

 

Namun demikian, ada juga yang menerapkan pembayaran upah skorsing atau upah proses hanya untuk jangka waktu selama enam bulan. Praktik ini merujuk pada aturan sebelumnya yang pernah mengatur mengenai jangka waktu skorsing selama enam bulan yakni, Kepmenaker No 150 tahun 2000.

Halaman Selanjutnya:
Tags: