Produsen Rokok Harus Cantumkan Gambar Peringatan
Utama

Produsen Rokok Harus Cantumkan Gambar Peringatan

Kata "dapat" dalam Pasal 114 UU Kesehatan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Majelis MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian pasal tembakau dalam UU Kesehatan. Foto: Sgp
Majelis MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian pasal tembakau dalam UU Kesehatan. Foto: Sgp

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 113 ayat (2), Pasal 114 beserta penjelasannya, dan Pasal 199 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Permohonan ini diajukan Nurtanto Wisnu Brata beserta sebelas rekannya yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DPD Jawa Tengah yang menilai pasal-pasal itu diskriminatif, tidak memberikan jaminan penghidupan yang layak, dan tidak memberikan kepastian hukum yang adil.

 

Dalam putusannya, MK mewajibkan produsen dan importir rokok di Indonesia mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, selain bentuk tulisan yang berlaku selama ini. Sebab, Mahkamah menghilangkan kata “dapat” dalam Penjelasan Pasal 114 UU Kesehatan yang selama ini ditafsirkan peringatan kesehatan dalam produk rokok bisa diberikan dalam bentuk tulisan atau gambar.  

 

“Kata ‘dapat’ dalam Penjelasan Pasal 114  UU Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945, sehingga peringatan kesehatan harus dimaknai dengan tulisan yang jelas, mudah terbaca, dan disertai gambar atau bentuk lainnya,” kata Ketua majelis MK, Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan di gedung MK, Selasa malam (1/11).

   

Dalam amar putusannya, Mahkamah juga menyatakan frasa “berbentuk gambar” dalam Pasal 199 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Karena itu, setelah putusan ini, Pasal 199 ayat (1) berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

   

Hakim Konstitusi Harjono memaparkan bahwa pencantuman tulisan dan gambar berkaitan dengan jaminan dan perlindungan terhadap hak warga negara untuk memperoleh informasi. Peringatan berbentuk gambar akan memudahkan masyarakat memperoleh informasi tentang bahaya merokok karena para konsumen tidak semuanya memiliki kemampuan baca tulis.

 

“Aturan tersebut juga mewajibkan penyediaan informasi bagi warga negara yang mengalami hambatan fisik tertentu seperti kebutaan yaitu dengan menyediakan peringatan kesehatan dalam bentuk lain. Misalnya, dengan huruf Braille,” kata Harjono mencontohkan.

 

Mahkamah berpendapat pencantuman peringatan kesehatan tidak menghalangi, apalagi menghapus hak untuk memperoleh penghidupan yang layak dalam usaha bidang rokok. Mereka tetap bisa memproduksi dan memperjualbelikan produk tembakau. Namun, Mahkamah mengakui pemuatan peringatan kesehatan akan dapat mempengaruhi pendapatan para pelaku industri.

Tags: