Aturan Keterlambatan Pembayaran Upah Lindungi Buruh
Berita

Aturan Keterlambatan Pembayaran Upah Lindungi Buruh

Menurut pemerintah Pasal 169 ayat (1) huruf c merupakan norma yang jelas dan tidak memerlukan penafsiran lain.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Aturan keterlambatan pembayaran upah lindungi buruh. Foto: SGP
Aturan keterlambatan pembayaran upah lindungi buruh. Foto: SGP

Pasal 169 ayat (1) huruf c UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditujukan untuk melindungi buruh/pekerja dalam hal pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah tepat pada waktunya. Justru, tindakan pemohon yang menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) karena merasa upahnya tidak dibayar tepat waktu telah sesuai dengan Pasal 169 ayat (1) hurud c itu.

 

Demikian pendapat pemerintah yang disampaikan Kepala Biro Hukum Kemenakertrans Sunarno dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan yang dimohonkan Andriyani di gedung MK Jakarta, Kamis (3/11).

 

Pasal 169 ayat (1) huruf f menyebutkan pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan….. (c) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

 

Sunarno menegaskan Pasal 169 UU Ketenagakerjaan telah memberikan keseimbangan antara pekerja dan pengusaha dalam hal terjadi PHK. Pekerja/buruh dapat mengajukan PHK jika pengusaha melakukan berbagai tindakan kepada pekerjanya. Diantaranya, menganiaya, mengancam, menghina secara kasar, menyuruh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

 

Terkait gugatan pemohon yang ditolak PHI Jakarta, kata Sunarno, lebih pada persoalan penerapan/implementasi norma yang diuji, bukan persoalan konstitusionalitas keberlakuan norma. “Seharusnya yang dilakukan pemohon mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) disertai tuntutan denda atas keterlambatan pembayaran upah sesuai PP No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, bukan ke MK,” sarannya.

 

Menurutnya, Pasal 169 ayat (1) huruf c merupakan norma yang jelas dan tidak memerlukan penafsiran lain. Jika pengujian pasal itu dikabulkan MK justru akan menimbulkan kerugian bagi buruh/pekerja karena tidak ada kepastian hukum sampai kapan dan berapa lama pekerja/buruh menunggu hak upah yang belum dibayar perusahaan. “Karena itu, Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2) UUD 1945.”      

 

Sebagaimana diketahui, Andriyani menguji Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan lantaran gugatan PHK ditolak PHI Jakarta dengan alasan upah yang terlambat sudah dibayar perusahaan sejak persoalan ini diadukan ke Sudinakertrans Pada Desember 2010. Andriyani adalah karyawan swasta yang pernah bekerja di PT Megahbuana Citramasindo (PJTKI) sejak 2 Januari 1998 sebagai staf pengadaan tenaga kerja. Namun, sejak bulan Juni 2009 hingga November 2010 pembayaran upahnya sering mengalami keterlambatan.

Tags: