Pemusatan Penyiaran Batasi Kebebasan Berpendapat
Berita

Pemusatan Penyiaran Batasi Kebebasan Berpendapat

Pemohon akan memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
MK gelar sidang perdana pengujian Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Foto: SGP
MK gelar sidang perdana pengujian Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Foto: SGP

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana permohonan pengujian Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dimohonkan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP).

 

KIDP beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, AJI Jakarta, Aliansi Wartawan Radio Indonesia (ALWARI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Media Link, Remotivi, Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), Pemantau Regulasi Regulator Media (PR2Media), Masyarakat Cipta Media (MCM), Yayasan 28, Yayasan Ladang Media, dam Yayasan TIFA.

 

Kuasa hukum pemohon Hendrayana mengklaim bahwa para pemohon yang selama ini beraktivitas untuk memastikan jaminan perlindungan negara terhadap hak berkomunikasi, memperoleh, dan menyampaikan informasi, telah dirugikan atas penafsiran sepihak terhadap Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran itu. 

 

“Akibat penafsiran yang salah terhadap pasal itu, potensi kerugian konstitusional yang dialami pemohon adalah terancamnya kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan pers, berekspresi karena adanya pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran, yang menciptakan dominasi dan opini publik yang tidak sehat yang diterima masyarakat,” kata Hendrayana dalam persidangan yang dipimpin oleh Harjono di ruang sidang MK, Selasa (15/11). 

 

Pasal 18 ayat (1) menyatakan pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. Sementara, Pasal 34 ayat (4) menyebutkan izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain.   

 

Ia mengatakan sebuah badan hukum atau perseorangan dapat menguasai atau membeli lebih dari satu lembaga penyiaran berikut isi penyelenggaraan penyiarannya. Undang-undang mengatur jika jangka waktu perizinannya habis atau Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) itu dicabut oleh negara, maka lembaga penyiaran sepatutnya lebih dulu mengembalikan hak itu kepada negara.    

 

“Pengembalian frekuensi kepada negara ini bertujuan untuk mencegah adanya monopoli dalam dunia penyiaran karena akan mengakibatkan monopoli arus informasi oleh sebuah perusahaan lembaga  penyiaran sebagaimana  putusan MK No 005/PUU-I/2003,” kata Hendrayana.

Halaman Selanjutnya:
Tags: