Aturan Nama Perseroan Sudah Jelas
Berita

Aturan Nama Perseroan Sudah Jelas

Peran notaris sangat penting untuk mengecek nama perseroan yang masih layak dipilih.

Oleh:
IHW/Inu
Bacaan 2 Menit
Aturan Nama Perseroan Sudah Jelas
Hukumonline

Kewajiban menggunakan bahasa Indonesia untuk nama perseroan yang didirikan Warga Negara Indonesia (WNI) atau badan hukum Indonesia akan diberlakukan Kementerian Hukum dan HAM bagi pendaftaran nama perseroan. Beleid itu normatifnya mulai berlaku sejak 4 Oktober lalu. Kementerian akan menolak jika nama perseroan yang dimohonkan masih menggunakan bahasa asing.

 

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM Aidir Amin Daud menegaskan kewajiban menggunakan bahasa Indonesia dalam nama perseroan sebagaimana amanat pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2011 (PP 43) sudah jelas. “Pasal tersebut sudah jelas,” ujarnya kepada hukumonline melalui sambungan telepon.

 

Ditjen AHU, tandas Aidir, hanya pelaksana peraturan perundang-undangan. Ditjen AHU adalah instansi yang menangani langsung pendaftaran perseron melalui Sistim Administrasi Badan Hukum (SABH). Lantaran PP 43 sudah mewajibkan penggunaan nama perseroan dalam bahasa Indonesia, maka Ditjen AHU akan memverifikasi setiap permohonan nama perseroan yang masuk. Sebaliknya, jika tidak ada larangan mengunakan nama asing, Ditjen AHU pun akan siap menjalankan. "Jika ketentuan tidak melarang, maka kami akan lakukan," ujarnya kepada hukumonline, Senin (12/12).

 

PP No. 43 Tahun 2011 merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam beleid ini, Pemerintah mempertegas kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam nama perseroan. Jika aturan sebelumnya hanya menganjurkan, kini bersifat wajib. Jika tidak dipenuhi, ada kewenangan Menteri Hukum dan HAM untuk menolak nama perseroan yang dimohonkan.

 

Notaris Irma Devita mengatakan penggunaan bahasa nasional untuk nama perseroan selama ini memang mengalami pasang surut. Pernah dilarang secara ketat, tetapi kemudian agak longgar. Sekarang diperketat lagi. “PP 43 ini yang kembali menegaskan kewajiban penggunaan bahasa Indonesia,” kata Irma.

 

Meski pasang-surut, aturan kewajiban penggunaan bahasa Indonesia itu hanya ditujukan kepada perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. Aturan tersebut tak berlaku bila ada sahamnya yang dimiliki asing. “Walaupun asing itu hanya punya satu persen,” kata notaris penulis buku ‘Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Mendirikan Badan Usaha’ ini

 

PP 43 memang tak menyebutkan secara detil jika terjadi perubahan pemegang saham. Menurut Irma, tidak ada kewajiban untuk tetap menggunakan bahasa Indonesia bagi sebuah perseroan awalnya seluruh sahamnya milik WNI kemudian berubah menjadi milik asing. “Jadi ketika ada perubahan anggaran dasar dan nama perseroan, tak wajib lagi pakai bahasa Indonesia.”

Tags: