Aparat Hukum Bobrok, Fakultas Hukum Disalahkan
Utama

Aparat Hukum Bobrok, Fakultas Hukum Disalahkan

Perlu ada perbaikan kurikulum mata kuliah di fakultas hukum.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar (tengah). Foto: SGP
Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar (tengah). Foto: SGP

Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar mengatakan bila ada hakim atau aparat penegak hukum yang bermasalah, sebaiknya tak langsung menyalahkan institusi tempatnya bekerja. Ada pihak lain yang seharusnya juga dimintai pertanggungjawaban, yakni fakultas hukum yang memproduksi para hakim atau penegak hukum itu.  

 

“Kalau ada hakim bermasalah, fakultas hukum juga harus bertanggung jawab. Jangan diserahkan ke Mahkamah Agung saja,” ujarnya dalam seminar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu (17/12).

 

Artidjo mengatakan fakultas hukum di Indonesia harusnya memiliki standar baku ketika meluluskan seseorang menjadi sarjana hukum. Dimulai dari proses penerimaan. Ia membandingkan yang terjadi di Amerika Serikat dan Indonesia. Di Negeri Paman Sam itu, orang yang ingin masuk ke fakultas hukum tidak mudah. Mereka harus masuk ke fakultas umum dahulu, baru bisa masuk ke fakultas hukum.

 

“Kalau di Indonesia, orang sudah tidak diterima dimana-mana (di fakultas lain,-red), baru mereka masuk ke fakultas hukum,” sindir Artidjo. Ini tentu berimbas kepada kualitas lulusannya. Para sarjana-sarjana hukum di Indonesia dinilai belum siap untuk terjun sebagai penegak hukum.

 

Artidjo menambahkan di negara-negara seperti Jepang atau Jerman, fakultas hukum secara aktif mengirim lulusan terbaiknya untuk mengikuti Continuing Legal Education (CLE) untuk diseleksi menjadi hakim, jaksa atau advokat. Sepuluh yang terbaik akan menjadi hakim. Alasannya, hakim harus berada (lebih pintar) di atas jaksa atau advokat.     

 

“Alangkah malangnya republik ini kalau hakimnya kalah pintar dari terdakwa,” ujarnya lagi.

 

Lebih miris lagi, lanjut Artidjo, minat para mahasiswa-mahasiswa hukum terbaik untuk menjadi hakim pun sangat rendah. “Saya pernah memberi ceramah di Universitas Indonesia (UI), mereka kurang berminat menjadi hakim. Maunya bekerja di lawfirm. Mungkin karena gaji hakim itu rendah,” ujarnya.

 

Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Hartiwiningsih kurang sependapat bila fakultas hukum sebagai satu-satunya pihak yang disalahkan. “Ya, itu barangkali tergantung juga ke pribadi (penegak hukum,-red) itu masing-masing,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: