Putusan MK dan Ragam Tafsir tentang Upah Proses PHK
Kolom

Putusan MK dan Ragam Tafsir tentang Upah Proses PHK

UU PHI perlu mengadopsi tahapan waktu beracara sebagaimana diatur dalam UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Bacaan 2 Menit
Putusan MK dan Ragam Tafsir tentang Upah Proses PHK
Hukumonline

Latar Belakang

Pada waktu UU No 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan berlaku sebagai hukum positif, buruh dan pengusaha menyelesaikan perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P). Terakhir kali, aturan teknis penyelesaian dan kewajiban pengusaha berkaitan dengan PHK merujuk pada Kepmenaker No 150 Tahun 2000.  Untuk menyelesaikan kasus PHK, keputusan menteri itu mengatur kewajiban pengusaha, salah satu diantaranya membayar upah proses PHK paling lama enam bulan.

Dari aspek perundang-undangan, ketentuan batas upah proses kasus PHK sebagaimana terdapat  dalam  Kepmenaker No 150 Tahun 2000 sudah tidak berlaku sejak pemerintah dan DPR bersepakat mengundangkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ada dua alasan yang mendukung argumen itu. Pertama, Kepmenaker No 150 Tahun 2000 dibentuk berdasarkan UU No 22 Tahun 1957 dan UU No 12 Tahun 1964, kedua undang-undang itu telah dicabut dengan UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

 

Kedua, Pasal 155 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 telah mengatur upah proses PHK yang berbeda dengan ketentuan dalam Kepmenaker No 150 Tahun 2000. Pasal 155 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 mengatur sebagai berikut:

“Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.”

Buruh yang terbelit kasus PHK dan memilih menyelesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) selalu mengajukan tuntutan upah proses. Pekerja/buruh yang menyadari hakikat Pasal 155 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 lazimnya menyusun tuntutan upah proses dengan redaksi “menghukum tergugat (pengusaha) membayar upah proses sejak PHK dilakukan sampai putusan berkekuatan hukum tetap dilaksanakan.”  

Pada masa P4D dan P4P, anggota panitia dalam lembaga itu seragam menerapkan upah proses PHK selama enam bulan. Dalam praktik peradilan, hakim PHI tidak memiliki sikap yang sama mengadili batas upah proses. Sikap pertama, memutus upah proses paling lama enam bulan. Argumennya merujuk pada Pasal 191 UU No 13 Tahun 2003. Kelompok ini menjelaskan, UU No 13 tahun 2003 tidak pernah mencabut Kepmenaker No 150 Tahun 2000. 

Sikap kedua menegaskan, ketentuan upah proses di dalam Kepmenaker No 150 Tahun 2000 tidak lagi berlaku. Alasannya, UU No 13 Tahun 2003 memiliki kedudukan lebih tinggi dari Kepmenaker. Selain itu, Pasal 155 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 telah mengatur upah proses PHK tanpa batas waktu. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: