Dinamika Pemikiran tentang Persekutuan Komanditer
Resensi

Dinamika Pemikiran tentang Persekutuan Komanditer

Diangkat dari sebuah disertasi, buku ini memperlihatkan ketidakpahaman sebagian hakim Indonesia terhadap bentuk perusahaan CV.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Dinamika pemikiran tentang persekutuan Komanditer. Foto: SGP
Dinamika pemikiran tentang persekutuan Komanditer. Foto: SGP

Hukum perusahaan sebagai bagian dari commercial law cenderung mengalami perubahan yang cepat mengikuti perkembangan ekonomi dan sosial. Hukum-hukum bidang perekonomian relatif lebih cepat berkembang dibanding hukum pidana. Belanda, misalnya, telah lama memperbaiki tahap demi tahap hukum perdata, termasuk hukum dagang dan perlindungan konsumen. Kini Belanda sudah memiliki Niew Burgerlijk Wetboek (NBW).
 

Tidak demikian halnya dengan Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata peninggalan Belanda belum diubah. Yang terjadi adalah tambal sulam melalui peraturan perundang-undangan yang terpisah. Perkembangan hukum perusahaan lebih ditekankan pada perseroan terbatas. Sementara bentuk perusahaan persekutuan seperti persekutuan perdata (maatschap), persekutuan dengan firma, dan persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap) masih tetap merujuk pada KUH Dagang produk Belanda.
 

Perseroan Terbatas memang menjadi pilihan utama pengusaha. Tetapi dalam praktik, bentuk usaha Commanditaire Vennootschap alias CV masih riil dan banyak dipakai pengusaha skala kecil menengah. CV bisa disebut perusahaan kedua terbesar setelah perusahaan perseorangan yang memberikan kontribusi bagi perekonomian.

Ironisnya, perlindungan hukum terhadap CV masih minim, bahkan pengusaha kurang paham makna CV sebagai badan usaha. Di dunia akademis, ironi serupa bisa ditemukan. Penelusuran yang dilakukan Yetty Komalasari Dewi memperlihatkan belum ada penelitian tentang CV yang mendalam dan menyeluruh (hal. 6). Kondisi itulah yang mendorong dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu meneliti seluk beluk badan usaha CV.
 

Temuan Yetti bisa membuat mata kita membelalak. Pengadilan Indonesia, mulai dari tingkat pertama hingga Mahkamah Agung masih sering salah memahami CV. Bahkan dalam satu dua putusan hakim mencampuradukkan aturan hukum Perseroan Terbatas dengan CV. Pangkal persoalannya bermuara pada pertanyaan sederhana: apakah CV merupakan badan hukum?

PEMIKIRAN BARU TENTANG COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP (CV)

Studi Perbandingan KUHD dan MvK Serta Putusan Pengadilan Indonesia dan Belanda

 

Penulis: Yetti Komalasari Dewi

Penerbit: Badan Penerbit FH UI, Jakarta

Tahun: 2011

Halaman: 401, tidak termasuk indeks


Pertanyaan lanjutannya: apakah CV bisa bertindak sebagai subjek hukum mandiri mengajukan gugatan ke pihak ketiga? Yetti menemukan sejumlah perkara dimana CV sebagai penggugat. Yang terjadi, dalam beberapa putusan hakim, termasuk hakim agung, menganggap CV adalah badan hukum. Menurut Yetty, pendapat demikian tidak benar karena dalam sistim hukum Indonesia, CV tidak memiliki status badan hukum. “Sehingga seharusnya dalam mengajukan gugatan hukum diwakili oleh pengurus CV tersebut, bukan bertindak seakan-akan subjek hukum mandiri” (hal. 166).

Halaman Selanjutnya:
Tags: