Problematika Pengujian TAP MPR
Berita

Problematika Pengujian TAP MPR

MPR pun tak punya kewenangan untuk membuat instrumen hukum yang bersifat mengatur.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Problematika pengujian TAP MPR. Foto: SGP
Problematika pengujian TAP MPR. Foto: SGP

Sistimatika peraturan perundang-undangan yang diatur UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ternyata masih menyisakan persoalan. Padahal, undang-undang ini dikeluarkan untuk memperbaiki regulasi sebelumnya. Salah satu yang menimbulkan pertanyaan hingga kini adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR).
 

Berdasarkan UU No 12 Tahun 2011, TAP MPR mempunyai kedudukan setingkat di bawah UUD 1945. Masuknya kembali TAP MPR ke dalam tata urutan peraturan perundang-undangan memang dikritik sejumlah kalangan. Mereka yang setuju berdalih masih ada TAP MPR yang diakui dan masih berlaku sehingga perlu dicantumkan dalam tata urusan. Namun, kini muncul persoalan baru: siapa yang menguji TAP MPR, dan apakah bisa diuji suatu peraturan yang bertentangan dengan TAP MPR.
 

Kasubdit Pembinaan dan pengembangan Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Ratna Indah Cahyaningsih, mengatakan masuknya TAP MPR ke dalam tata urusan merupakan konsekuensi hukum dari masih berlakunya sejumlah TAP MPR/MPRS. Antara lain TAP XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan TAP No. V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.
 

Meskipun masih ada TAP MPR yang berlaku, bukan berarti MPR bisa menerbitkan TAP lagi. Menurut Ratna, secara konstitusional MPR tak bisa lagi menerbitkan TAP. “MPR secara konstitusional tidak lagi memiliki kewenangan untuk membuat instrumen hukum yang bersifat mengatur (regelling),” ujarnya di sela-sela seminar hukumonline, 12 Januari lalu.
 

Dengan kata lain, TAP MPR yang masih ada harus dipandang sebagai arahan kebijakan yang mengingatkan pengambil keputusan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Masalahnya, Pasal 9 UU No 12 Tahun 2011 hanya mengatur pengujian Undang-Undang terhadap UUD, dan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Yang pertama dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, sedangkan yang kedua menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Lantas, siapa yang berwenang menguji TAP MPR?
 

Ratna Indah Cahyaningsih mengakui secara yuridis-formal tidak terdapat ketentuan yang mengaturnya. UUD 1945 pasal 24 ayat (1) juga hanya mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

“Untuk pengujian TAP MPR atau Perppu tidak terdapat dasar hukum lembaga mana yang berwenang melakukan pengujian,” tegasnya.
 

Pengamat hukum tata negara Irmanputra Sidin mengajukan pandangan alternatif. Menurut dia, oleh karena eksistensi TAP MPR sudah menjadi materi muatan undang-undang, maka cukup mengajukan pengujian undang-undang terkait. Dalam hal ini pasal 7 UU No 12 Tahun 2011. “Kita (minta) batalin Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011, rontok semua itu,” ujarnya.
 

Berkaitan pengujian peraturan yang bertentangan dengan TAP MPR, Irman tak menyinggung secara langsung. Ia hanya mengingatkan bahwa undang-undang sekalipun harus tunduk pada TAP MPR. Apalagi peraturan di bawah undang-undang.
 

Namun, Irman juga mengatakan bahwa belum tentu semua warga negara Indonesia menerima keberlakuan TAP MPR yang masih ada. Misalnya, TAP MPR tentang Pembubaran PKI belum tentu diterima seluruh warga negara Indonesia saat ini. Sehingga, tetap ada potensi untuk mempersoalkan TAP MPR. Persoalannya, lembaga mana yang berwenang menguji TAP MPR?

Tags: