Belum Semua Negara Mengadopsi Bangalore Principles
Berita

Belum Semua Negara Mengadopsi Bangalore Principles

Indonesia telah mengadopsi prinsip Bangalore.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Ketua MA Harifin A Tumpa (tengah) saat berikan keterangan pada wartawan. Foto: SGP
Ketua MA Harifin A Tumpa (tengah) saat berikan keterangan pada wartawan. Foto: SGP

Selama dua hari, MA dan KY telah menggelar acara regional workshop integritas peradilan yang dihadiri sejumlah hakim agung di negara Asia Tenggara dan Asia Pasifik yang tergabung dalam judicial integrity. Diantaranya, Afganistan, Bangladesh, Jerman, India, Australia, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Srilangka, Laos, Singapura, Timor Timur, New Zealand, dan Nepal.

Acara yang difasilitasi Kementerian Federal Jerman, UNDP, dan UNODC ini fokus membahas standar internasional integritas sektor hukum sesuai artikel 11 Konvensi PBB Anti Korupsi (United Nations Convention Againts Corruption) dan Bangalore Principles. Dalam acara workshop ini salah satunya meminta negara peserta mengomentari dan menyelaraskan dampak implementasi prinsip Bangalore.

Bangalore Principles berisi enam prinsip penting yang menjadi kode etik dan perilaku hakim di dunia yang dihasilkan dalam konperensi internasional di Bangalore pada tahun 2001. Keenam prinsip yang disepakati itu yaitu independensi (independence), ketidakberpihakan (impartiality), integritas (integrity), kepantasan dan sopan santun (propriety), kesetaraan (equality), kecakapan dan keseksamaan (competence and diligence).

UNODC Regional Centre Anti-Corruption Expert Shervin Majlessi mengatakan workshop selama dua hari ini menjadi ajang negara peserta untuk melihat bagaimana implementasi Bangalore principles di negara-negara ASEAN.

“Acara ini juga mendiskusikan implementasi Bangalore Principles, apa sesuai atau tidak? Sekaligus menjalin kerja sama antara negara ASEAN dan Asia bagian selatan terkait implmentasi prinsip Bangalore ini,” kata Shervin di sela-sela acara penutupan workshop integritas peradilan Asia yang diselenggarakan MA-KY di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (26/1) kemarin.

Shervin menegaskan pertemuan ini fokus pada implementasi prinsip Bangalore ketika suatu negara peserta mengadopsi prinsip ini dalam praktik peradilan. “Pertemuan sebagai ajang berbagi untuk melihat praktek-praktek terbaik implementasi prinsip Bangalore di beberapa negara peserta,” kata Shervin.

Menurutnya, tak semua negara mengadopsi prinsip Bangalore dalam praktik peradilan karena disesuaikan dengan sistem hukum di negara yang bersangkutan. “Mereka mengadopsi prinsip Bangalore secara sukarela. Kami juga tidak punya data berapa jumlah negara yang mengadopsi prinsip Bangalore ini,” akunya.

Namun, ada juga negara-negara yang secara tidak langsung telah mengadopsi prinsip Bangalore ini. “Prinsip ini juga telah diadopsi oleh badan PBB di bidang Ecosoc, sehingga negara-negara peserta secara tak langsung mengadopsi prinsip ini,” katanya menambahkan.

Ketua MA Harifin A Tumpa mengaku isi SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim telah mengadopsi prinsip Bangalore. “Kode etik hakim di Indonesia yang disusun MA dan KY telah mengadopsi dari prinsip Bangalore,” kata Harifin.

Makanya, salah satu hasil rekomendasi dari workshop ini agar kode etik dan perilaku hakim negara-negara peserta diselaraskan dengan prinsip Bangalore. “Salah satu hasil dari acara ini agar kode etik hakim negara-negara di Asia harus diselaraskan dengan prinsip Bangalore,” ujar Harifin. 

Tags: