Kartu Kredit Sering Disalahgunakan untuk Berutang
Berita

Kartu Kredit Sering Disalahgunakan untuk Berutang

Adanya PBI No 14/2/PBI/2012 tentang APMK berdampak pada turunnya pertumbuhan kartu kredit sekitar 5 persen dari tahun sebelumnya.

Oleh:
yoz
Bacaan 2 Menit
Talkshow Era Baru Penggunaan Kartu Kredit di Indonesia. Foto: SGP
Talkshow Era Baru Penggunaan Kartu Kredit di Indonesia. Foto: SGP

Dibanding melakukan pembayaran secara cash, gesek tunai (gestun) menggunakan kartu kredit sepertinya sudah menjadi kegemaran masyarakat Indonesia. Jadi jangan heran jika Bank Indonesia (BI) menilai, kartu kredit lebih sering digunakan sebagai alat berutang oleh para nasabah.

Ketua Tim Pengawasan Alat Pembayaran Bank Indonesia (BI) Puji Atmoko mengatakan fungsi kartu kredit banyak disalahartikan oleh masyarakat pengguna kartu kredit. Minimnya informasi dan pengetahuan masyarakat tentang fungsi pokok kartu kredit dan cara penghitungan bunga, membuat masyarakat terjebak dalam utang.

“Di sisi lain, pihak bank terlalu agresif dalam memasarkan kartu kreditnya,” ujar Puji dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (6/2).

Menurutnya, kebiasaan nasabah menggesek kartu kredit dalam setiap pembayaran berpotensi menimbulkan kredit macet. Berdasarkan catatan BI, dari 14 juta kartu yang dimiliki sekitar 7,5-8 juta nasabah, sekitar 4 persen diantaranya mengalami masalah kredit macet.

Bank sentral sendiri mengaku mendukung pertumbuhan bisnis kartu kredit. Akan tetapi, kata Puji, jika alat pembayaran yang satu ini disalahgunakan sebagai alat mudah untuk berutang, maka nasabah harus berhati-hati. Dia berharap pemegang kartu kredit dapat menggunakan fasilitas itu dengan bijak.

“Apalagi kami sering menerima keluhan terkait dengan kartu kredit. Ada nasabah yang merasa tidak beli apapun tapi ada tagihan, serta dasar perhitungan bunga tidak jelas ataupun kaitannya dengan transaksi,” jelas Puji.

Atas dasar itu, pada 6 Januari 2012, BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No 14/2/PBI/2012 sebagai perubahan atas PBI No 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). Perubahan peraturan itu didasarkan pertimbangan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen, dan manajemen risiko pemberian kredit dalam penyelenggaraan APMK.

Pokok-pokok pengaturan dalam perubahan PBI APMK itu meliputi: a) Pengaturan batas maksimum suku bunga kartu kredit, yang besarnya ditetapkan BI dengan Surat Edaran BI. b) Pengaturan persyaratan dalam pemberian fasilitas kartu kredit, seperti batas minimum usia, batas minimum pendapatan, batas maksimum plafon dan maksimum jumlah penerbit yang dapat memberikan fasilitas kartu kredit yang secara rinci akan diatur dalam Surat Edaran BI.

c) Pengaturan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen seperti penyeragaman pola perhitungan bunga kartu kredit, pengenaan biaya dan denda, serta kewajiban penyampaian informasi kepada pemegang kartu. d) pengaturan kerjasama dengan pihak lain dengan mengacu pada PBI tentang alih daya (outsourcing) terutama yang terkait dengan penagihan utang kartu kredit.

e) pengaturan peningkatan keamanan transaksi alat pembayaran berupa kewajiban implementasi transaction alert kepada pemegang kartu kredit. f) kewajiban penyediaan sistem yang dapat saling dikoneksikan. g) penegasan kewenangan BI dalam perizinan dan pengenaan sanksi dalam penyelenggaraan APMK.

“Dalam aturan itu dijelaskan, masyarakat yang berpenghasilan Rp3 juta-Rp10 juta hanya boleh memiliki dua sampai tiga kartu saja mulai 1 Januari 2013,” kata Puji.

Dalam aturan itu, BI juga melarang penerbit kartu kredit menerapkan sistem bunga majemuk atau dikenal bunga berbunga. Selain itu, bank sentral melarang komponen biaya kartu kredit, denda, dan bunga terutang dilarang untuk dimasukkan dalam penghitungan bunga. Hal ini tercantum dalam Pasal 17 ayat (7) butir d yang menyatakan, biaya dan denda, serta bunga terutang dilarang digunakan sebagai komponen penghitungan bunga.

Ketentuan batasan maksimum bunga baru juga akan berlaku pada 1 Januari 2013. Selain itu, penetapan bunga harian didasarkan pada perhitungan jumlah hari kalender selama 365 hari. Terkait dengan batasan tersebut, BI sebelumnya pernah mewacanakan bahwa bunga kartu kredit maksimum sebesar 3 persen per bulan.

Di tempat yang sama, General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha memperkirakan pertumbuhan jumlah kartu kredit bisa terpangkas dari 10 persen pada tahun 2011 menjadi 5 persen pada tahun ini. Hal ini sebagai imbas dari terbitnya PBI No 14/2/PBI/2012.

Menurut Steve, penurunan drastis ini lebih disebabkan adanya peringatan dari BI yang mencakup minimum usia pemegang kartu, minimum pendapatan calon pemegang kartu, batas maksimum plafon kredit, dan batas maksimum jumlah kartu kredit. “Kan lumayan karena kartu yang existing harus tutup dan yang baru nggak boleh lebih dari dua penerbit,” tuturnya.

Terkait dengan bunga kartu kredit, Steve mengatakan idealnya bunga kartu kredit berkisar 2,5-2,75 persen per bulan. Namun, katanya, hal itu harus dilakukan secara bertahap.

Tags:

Berita Terkait