Banyak Kepala Daerah Keluarkan IUP Palsu
Utama

Banyak Kepala Daerah Keluarkan IUP Palsu

Izin dikeluarkan oleh bupati atau walikota baru tanpa melihat izin-izin yang pernah dikeluarkan oleh pejabat sebelumnya.

Oleh:
M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
ilustrasi foto ;   Sgp
ilustrasi foto ; Sgp

Bupati dan walikota disinyalir sering memalsukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk kepentingan perusahaan pertambangan. Setidaknya, ada tujuh sampai delapan bupati dan walikota yang sedang dipantau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga telah menyalahgunakan pemberian izin tersebut.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Kamis (16/2), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan sering menemukan IUP palsu yang dikeluarkan oleh kepala daerah, baik bupati maupun walikota. Izin palsu tersebut diduga dikeluarkan oleh bupati baru tanpa melihat izin-izin yang dikeluarkan oleh pejabat daerah sebelumnya.

Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba), Thamrin Sihite, mencontohkan ada izin tambang yang dikeluarkan pada 2008, namun landasannya mengacu pada PP 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Menurutnya, hal semacam itu perlu mendapat perhatian. “Itu jelas aneh. Kalau dibiarkan tentu menjadi masalah,” katanya.

Thamrin mengatakan, Kementerian ESDM tidak pernah lagi mengeluarkan izin baru pertambangan sejak UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dikeluarkan. Akan tetapi, katanya, hal itu berbeda bagi perusahaan yang sudah mendapatkan izin eksplorasi sebelum berlakunya UU Minerba.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan, Darori, mengatakan KPK tengah mengawasi kelakuan beberapa bupati dan walikota yang diduga menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat negara untuk memberikan izin kuasa pertambangan di wilayah kawasan hutan.

“Modus yang dilakukan oleh bupati dan walikota tersebut salah satunya adalah memainkan izin untuk mengutip uang,” katanya dalam rapat kerja dengan Bareskrim Mabes Polri dan Komisi VII DPR, sehari sebelumnya.

Menurutnya, saat ini terdapat 1.337 kasus pertambangan yang telah merugikan negara triliunan rupiah. Sebagian besar kasus tersebut terjadi karena dikeluarkannya izin usaha pertambangan di atas wilayah kawasan hutan. Dari total kasus tersebut, negara ditaksir merugi sebesar Rp241 triliun. Ironisnya, itu baru di wailayah Kalimantan. Sedangkan di Sumatera Utara, sekitar 70.000 hektar kawasan hutan dibabat untuk perkebunan kelapa sawit.

Darori mengklaim, data para pelaku mulai dari oknum pejabat negara dan daftar perusahaan pertambangan sudah dikantongi kepolisian dan KPK. Namun dia menolak membeberkan kepada dewan siapa saja nama-nama tersebut, dengan alasan proses hukum terhadap semuanya sedang berjalan. “Yang pasti, saat ini sudah sembilan orang divonis penjara,” ujarnya.

Kemenhut sendiri mengaku sangat ketat dalam mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kepentingan perusahaan pertambangan. Dari total kawasan hutan yang berada di bawah kewenangan Kemenhut yakni mencapai 130 juta hektar, hanya 130 ribu hektar yang diberikan izin pinjam pakai kepada perusahaan pertambangan atau perkebunan.

Kabareskrim Irjen Pol Sutarman mengakui, sektor pertambangan memang rawan terhadap penyimpangan. Dia mengklaim selama 2011 Polri telah menangani 190 kasus pelanggaran pidana di bidang pertambangan dengan melibatkan 291 tersangka. Dari total kasus pidana, Polri berhasil menyita 16 juta ton hasil tambang, 991 karung, dan 2 truk batubara. Kemudian, 22 ribu kg atau 391 karung berisi timah pasir, 80 ton batu arang, 32 keping, 4 butir dan 6 lempengan emas.

“Ada juga 57 unit excavator yang disita, 19 unit alat berat, 35 unit truk, 3 unit kapal dan beberapa alat lainnya,” urainya.

Bukan itu saja. IPPKH yang dikeluarkan bupati dan walikota tak jarang menimbulkan konflik dengan masyarakat. Menurut Sutarman, keberadaan suatu lokasi pertambangan sering tidak diterima keberadaanya oleh masyarakat sekitar karena dianggap merugikan. Sebagai contoh kasus Bima, yang melibatkan keributan antara masyarakat dengan  PT Sumber Mineral Nusantara (SMN).

Selain itu, ada sembilan perusahaan tambang yang saat ini tengah berkonflik dengan masyarakat sekitar, yaitu; PT. Ifishdeco di kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, PT. Aneka Tambang (Antam) di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, PT. Antam di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, CV. Padak Mas di Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat, PT. Sumber Mineral Nusantara, Kabupaten Bima Provinsi NTB.

Lalu, PT. Asmin Kowalindo Tuhub Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, PT. Gunung Emas Abdi, Barito Timur, Kalimantan Tengah, PT. Tunas Inti Abdi, Kabupaten Bumbu, Kalimantan Selatan, PT Adaro, di kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, dan PT. Lestari Asri Jaya, kabupaten Tebo, Jambi (konflik Perkebunan).

“Sedangkan daerah yang rawan konflik jauh lebih banyak, mencapai 21 lokasi dan rata-rata paling banyak di daerah pertambangan,” tambah Sutarman.

Namun, keterangan Sutarman memancing emosi Anggota Komisi VII Aspihani. Menurut anggota dewan asal Kalimantan Selatan ini, pada tahun 2011 telah terjadi lebih dari 190 kasus pidana pertambangan. Bahkan, ia berani menantang Kapolri untuk melakukan sidak ke daerahnya.

Tags: