Penambahan Ayat BBM Dinilai Inkonstitusional
Berita

Penambahan Ayat BBM Dinilai Inkonstitusional

PDIP dan Partai Hanura yakin ayat (6a) dalam Pasal 7 UU APBNP 2012 akan dibatalkan oleh MK. Yusril Ihza Mahendra siap ajukan uji materi.

Oleh:
fnh/nov
Bacaan 2 Menit
PDIP dan Partai Hanura yakin ayat (6a) dalam Pasal 7 UU APBNP 2012 akan dibatalkan oleh MK. Foto: ilust (Sgp)
PDIP dan Partai Hanura yakin ayat (6a) dalam Pasal 7 UU APBNP 2012 akan dibatalkan oleh MK. Foto: ilust (Sgp)

DPR akhirnya menyetujui keinginan pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dengan persyaratan. Setidaknya, ada tiga opsi yang ditawarkan di sidang paripurna, Jumat (31/3), lalu. Tiga opsi itu muncul setelah fraksi-fraksi di DPR melakukan lobi hingga tujuh jam. Lantas, apa saja opsi-opsi tersebut dan bagaimana tanggapan fraksi yang menolak adanya kenaikan harga BBM?

Alotnya pengambilan keputusan RUU APBNP 2012 berujung munculnya tiga opsi terkait permasalahan harga BBM. Pertama, tidak ada penambahan ayat (6a) dalam Pasal 7. Kedua, adanya tambahan ayat (6a) yang menyatakan pemerintah berhak  menaikkan harga BBM bersubsidi jika harga minyak dunia naik sebesar 5 persen dalam waktu tiga bulan. Sedangkan opsi ketiga, adanya penambahan ayat (6a) dengan penjelasan bahwa pemerintah diberikan ruang untuk menaikkan BBM jika harga minyak dunia naik sebesar 15 persen dalam waktu enam bulan.

Namun, opsi kedua ini ditentang oleh beberapa fraksi antara lain Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai Gerindra. Sementara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang pada awalnya berpendapat bahwa ayat (6a) perlu ditambahkan, namun setelah rapat lobi selesai, PKS menilai bahwa ayat (6a) tidak perlu ditambahkan dalam RUU APBNP 2012.

PDI-P yang sudah sejak awal menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi bersikukuh tidak akan mengubah keputusannya. Mereka menilai APBN tidak akan terbebani dengan subsidi BBM sebesar Rp178 Triliun. Partai berlambang kepala banteng moncong putih ini menganggap penambahan ayat (6a) melanggar konstisusi. Pasalnya, selain bertentangan dengan ayat sebelumnya, yakni ayat (6) yang berbunyi pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi, penyesuaian harga BBM dengan harga pasar telah bertentangan dengan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).

“Selain itu, mengenai penentuan harga minyak dilakukan dengan penyesuaian harga pasar, ini sudah tidak sesuai dengan UU Migas karena pasal mengenai ini telah dibatalkan oleh MK,” ujar Ketua DPP PDIP, Puan Maharani.

Puan mengatakan, naiknya harga BBM akan memberatkan masyarakat, padahal seharusnya kenaikan harga minyak dunia tidak selayaknya dibebankan kepada masyarakat. Menurutnya, banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah, salah satunya melakukan penghematan belanja di berbagai kementerian atau lembaga.

Sikap yang sama ditunjukkan Fraksi Partai Hanura. Menurut Akbar Faisal, fraksinya tegas menolak kenaikan harga BBM bersubsidi dan tidak ada penambahan ayat dalam Pasal 7. Menurutnya, ayat (6a) inkonstiusional. Dia yakin Mahkamah Konstitusi (MK) akan membatalkan ketentuan tersebut.

Selain itu, Sekretaris Fraksi Partai Hanura, Saleh Husin, menilai tiga partai yakni Golkar, PKS dan PKB yang sebelumya menolak kenaikan harga BBM, pada dasarnya turut mendukung pemerintah untuk menaikkan harga. Meskipun pada akhirnya, PKS menarik opsi tersebut dan bergabung dengan PDI P, Hanura serta Gerindra.

Menurut Saleh, sikap fraksi yang menolak kenaikan harga BBM merupakan srategi partai untuk mendapatkan hati rakyat pada Pemilu 2014. Pasalnya, dasar acuan yang memperkenankan pemerintah untuk menaikkan harga BBM hanya sebesar 15 persen kenaikan harga ICP. “Sejauh ini, kenaikan harga ICP telah mencapai 16 persen. Maka, apapun itu alasannya, tetap saja harga BBM akan naik,” cetusnya.

Untuk diketahui, opsi kedua ini pada mulanya ditawarkan oleh Fraksi Partai Golkar. Kemudian, opsi ini disetujui oleh Fraksi Partai Demokrat, PPP, PKB, dan PAN. Akhirnya, ‘sandiwara’ politk ini pun dimenangkan oleh fraksi yang memilih opsi kedua, di mana terkumpul 358 suara. Sedangkan opsi pertama hanya dipilih oleh 82 anggota dewan, setelah PDIP dan Gerindra memilih untuk keluar dari sidang paripurna.

Uji Materi
Sementara itu, Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra siap mengajukan uji materi terhadap ayat (6a) di Pasal 7 UU APBNP 2012 . Hal itu didasari besarnya penolakan masyarakat dan sebagian anggota DPR terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM.

“Sebab, pasal itu telah memberikan kewenangan pemerintah untuk menaikan atau menurunkan harga eceran BBM bersubsidi kapan saja dalam kurun waktu enam bulan kalau kenaikan rata-rata harga produksi minyak Indonesia mencapai angka 15 persen,” katanya dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Minggu (1/4). 

Yusril mengatakan, Pasal 7 ayat (6a) dalam UU APBNP 2012 dinilai tidak mengandung kepastian hukum seperti diatur dalam pasal 28 D ayat (1) UUD 1945. Pasal itu juga memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menaikan harga BBM tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi. Hal ini dianggap menabrak Pasal 33 UUD 1945 sebagaiman ditafsirkan MK. 

Yusril mengingatkan pada tahun 2003 lalu, MK pernah membatalkan pasal 28 ayat (2) dalam UU Migas. Dimana, dalam isi pasal tersebut menyerahkan harga jual BBM kepada mekanisme pasar, sehingga nai turunnya harga mengikuti  fluktuasi harga minyak dunia. Ketika itu, MK menganggap pasal 28 ayat (2) UU Migas bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Sebab, minyak dan gas adalah kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup banyak orang dan berada dalam penguasaan negara.

“Jadi harga jualnya harus berada di bawah kendali pemerintah dengan persetujuan DPR sebagai wakil rakyat,” ujarnya. 

Selain menabrak UUD 1945, Yusril mengatakan Pasal 7 ayat (6a) UU APBNP tidak memenuhi syarat formil pembentukan sebuah undang-undang sebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undanganya. Isi Pasal 7 ayat (6) UU APBN-P bertabrakan dengan Pasal 7 ayat (6a) UU APBNP. Dengan demikian, ia menganggap penambahan Pasal 7 ayat (6)a melanggar ketentuan, sehingga secara formil maupun materil dapat dibatalkan oleh MK.

Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, selain Yusril, Serikat Pengacara Rakyat (SPR) juga berencana mengajukan uji materi MK. rencananya, Senin ini (2/4), SPR akan memasukkan permohonannya.



Ralat:
Paragraf 10, tertulis:

Sedangkan opsi pertama hanya dipilih oleh 82 anggota dewan, setelah PDIP dan Gerindra memilih untuk keluar dari sidang paripurna.

Yang benar adalah:

Sedangkan opsi pertama hanya dipilih oleh 82 anggota dewan, setelah PDIP dan Hanura memilih untuk keluar dari sidang paripurna.

@Redaksi

Tags: