Akses Informasi Pertanahan Masih Terkendala
Berita

Akses Informasi Pertanahan Masih Terkendala

Komisi Informasi sedang tangani dua kasus sengketa informasi tentang pertanahan.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Suasana forum diskusi proses penyelesain sengketa informasi tentang status dokumen pertanahan. Foto: Sgp
Suasana forum diskusi proses penyelesain sengketa informasi tentang status dokumen pertanahan. Foto: Sgp

‘Terbuka’. Itulah salah satu asas pendaftaran tanah yang disebut dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 1997.  Asas lain adalah sederhana, aman, terjangkau, dan mutakhir. Setiap asas diberikan penjelasan, kecuali asas terbuka. Asas terbuka dihubungkan dengan asas mutakhir. Asas mutakhir menuntut pemeliharaan data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga apa yang tersimpan di Kantor Pertanahan sudah sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan asas terbuka.

Namun asas tinggallah asas. Faktanya tidak semua orang bisa mengakses dokumen pertanahan. Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Arie S. Hutagalung, menjelaskan pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum pada tiga hal. Pertama, kepastian hukum mengenai orang/badan pemegang hak, kepastian lokasi, batas, luas tanah, dan kepastian hak. Kedua, kepastian demi terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Ketiga, menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan.

Frasa “pihak yang berkepentingan” itulah yang kini menjadi perdebatan. Setidaknya muncul dalam diskusi ahli yang diselenggarakan Komisi Informasi Pusat (KIP) di Jakarta, Selasa (10/4). Prof. Arie berpendapat pihak yang berkepentingan perlu dimaknai sebagai pihak yang mempunyai hubungan perdata. Misalnya calon pembeli atau calon investor.

Informasi mengenai pendaftaran hak atas tanah dan perubahan disediakan dalam buku daftar yang disebut register, atau dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah disebut buku tanah. Dijelaskan Prof. Arie, hukum pertanahan mengenal sistim publikasi positif dan sistim publikasi negatif. Sistim positif menggunakan model pendaftaran hak. Dalam sistim publikasi positif, orang yang dengan iktikad baik dan dengan pembayaran memperoleh hak dari orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang hak dalam register.

Dalam sistem negatif perpindahan hak ditentukan sah tidaknya perbuatan hukum. Pendaftaran tidak membuat orang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak menjadi pemegang hak baru.

Dijelaskan Prof. Arie, dalam konteks dokumen dan informasi pertanahan, PP No. 24 Tahun 1997 mengharuskan Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftran tanah dalam daftar umum. Daftar umum itu meliputi peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan daftar nama. Tentang siapa yang berhak mengetahui informasi tadi, pasal 34 bisa dijadikan acuan.

Ayat (1) menyebut data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah hanya bisa diakses oleh ‘setiap orang yang berkepentingan’. Sedangkan ayat (2) menyebut data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi instansi pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. Masalahnya, sampai sekarang Kepala Badan Pertanahan Nasional belum menentukan siapa saja pihak berkepentingan dan instansi pemerintah tertentu dimaksud.

Tags: