Pemerintah Perbarui Regulasi JDIH
Berita

Pemerintah Perbarui Regulasi JDIH

Perbedaan kemampuan membangun sistim dokumentasi di tiap lembaga menjadi kendala.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Perbarui Regulasi JDIH
Hukumonline

Akses masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan merupakan keniscayaan, bukan saja sebagai bagian dari pemenuhan hak, tetapi juga fiksi hukum. Sayang, hingga kini nyaris belum ada lembaga negara yang bisa menyelenggarakan sistim Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) secara sempurna. Padahal, pengembangan sistim JDIH sudah dirintis sejak 1972 silam.

JDIH adalah wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum secara tertib, terpadu dan berkesinambungan yang beranggotakan instansi pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum. Secara sederhana, JDIH menyediakan informasi peraturan perundang-undangan lintas sektor sehingga dapat diakses masyarakat.

Perkembangan teknologi dan keterbukaan informasi semakin mendorong pentingnya sistim JDIH dibangun. Proses digitalisasi peraturan kini menjadi kebutuhan bukan saja bagi Pusat, tetapi juga Daerah. Apalagi dalam perspektif keterbukaan informasi, seperti diamanatkan Undang-Undang No 14 Tahun 2008, peraturan perundang-undangan adalah informasi yang terbuka. Sudah bukan zamannya lagi instansi pemerintah menganggap peraturan sebagai informasi yang rahasia.

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Wicipto Setiadi mengakui sebagai pusat jaringan dan law center pemerintah, Kementerian Hukum dan HAM masih kesulitan mengumpulkan seluruh peraturan perundang-undangan. Terutama mengumpulkan peraturan daerah (perda) provinsi dan kabupaten/kota. “Mengoleksi perda masih sulit,” ujarnya kepada hukumonline.

Menyadari kelemahan penerapan sistim JDIH dalam dua belas tahun terakhir, pemerintah akhirnya memperbarui regulasinya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meneken Peraturan Presiden No 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Regulasi terbaru ini menggantikan Keputusan Presiden No. 91 Tahun 1999.

Poin penting pembaruan regulasi JDIH, menurut Wicipto, adalah penguatan peran Kantor Wilayah Hukum dan HAM di tiap provinsi. Kanwil Hukum dan HAM merupakan instansi vertikal bidang hukum yang berperan menjadi pusat layanan hukum di daerah. Melalui Perpres No 33 Tahun 2012, Kanwil-lah yang berkewajiban memberikan pelayanan dokumentasi dan informasi hukum.

Konsep ini diharapkan bisa mengatasi problem JDIH selama ini, yakni kesulitan mendokumentasikan Perda. “Diharapkan Kanwil langsung bekerja sama dengan Pemda,” kata Wicipto.

Pemerintah membentuk Pusat JDIH yang melibatkan pakar hukum, pakar dokumentasi, dan pakar teknologi dan komunikasi. Cuma, Wicipto mengakui kebijakan baru ini belum disosialisasikan ke instansi lain anggota jaringan mengingat Perpres baru terbit 20 Maret lalu.

Meskipun sudah ada kebijakan baru tetap ada hambatan riil. Kemampuan setiap instansi menjalankan sistim JDIH tidak sama. Belum semua lembaga menerapkan proses digitalisasi dan mempublikasikan peraturan perundang-undangannya ke dalam website. Belum lagi kecepatan publikasi peraturan agar lebih mudah dan cepat diakses masyarakat.

Tags: