Grasi Corby Bertentangan Dengan Semangat Pemberantasan Narkotika
Utama

Grasi Corby Bertentangan Dengan Semangat Pemberantasan Narkotika

Yusril mengaku pernah menolak permintaan yang sama dari Pemerintah Perancis.

Oleh:
Novrieza Rahmi/Ali/Ash
Bacaan 2 Menit
Yusril Ihza Mahendra, Mantan Menteri Hukum dan HAM. Foto: Sgp
Yusril Ihza Mahendra, Mantan Menteri Hukum dan HAM. Foto: Sgp

Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi kepada terpidana narkotika yang dikenal sebagai kasus “Bali Nine”, Schapelle Leigh Corby menuai kontroversi. Ada yang mendukung, ada pula yang melontarkan kritik pedas. Salah satu yang mengkritik adalah mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan -sekarang bernama Menteri Hukum dan HAM- Yusril Ihza Mahendra.

Yusril menganggap pemberian grasi terhadap terpidana narkotika sebagai langkah yang tidak bijak dalam pemberantasan narkotika. Dalam sejarah Indonesia, baru pertama kali seorang presiden memberikan grasi kepada pelaku kejahatan narkotika, seperti Corby yang merupakan warga negara Australia.

Presiden sebelumnya, menurut Yusril. tidak pernah memberikan grasi terhadap terpidana narkotika, baik yang merupakan warga negara Indonesia maupun warga negara asing. Langkah Presiden SBY ini dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pengetatan pemberian remisi kepada terpidana korupsi, narkotika, terorisme, dan kejahatan terorganisir.

“Moratorium pemberian remisi kepada narapidana saja sudah menghebohkan. Kini Presiden malah memberi pengampunan. Remisi diberikan kepada narapidana karena kelakuan baiknya selama menjalani pidana. Sementara grasi adalah pengampunan yang diberikan atas dasar belas kasihan oleh seorang kepala negara,” ujarnya, Rabu (23/5).

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini mengisahkan, ketika dirinya menjadi Menteri Kehakiman, Presiden Perancis Francois Mitterand menulis surat kepada Pemerintah RI minta agar Presiden memberikan grasi kepada napi narkotika asal Perancis. Yusril atas nama Presiden dengan tegas menolak permintaan itu.

Dua minggu setelahnya, Presiden Perancis mengirim utusan khusus, adik Pemimpin Libya Moammar Khadafi untuk menemui Yusril membawa pesan Presiden Mitterand. Yusril tetap menolak permintaan itu. “Saya katakan pada mereka bahwa Presiden RI belum pernah memberi grasi dalam kasus narkotika kepada siapa saja,” terangnya.

Makanya, Yusril mempertanyakan mengapa Presiden RI saat ini begitu lemah menghadapi permintaan Pemerintah Australia, sehingga dengan mudahnya mengampuni napi narkotika. Pemberian grasi ini akan memberikan dampak buruk bagi harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Senada, anggota Komisi III DPR Indra juga menyesalkan kebijakan Presiden SBY. Anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mempertanyakan landasan rasional pemberian grasi lima tahun kepada Corby. “Tentunya paradoks dengan semangat kita semua dalam memerangi peredaran narkotika yang nyata-nyata telah merusak anak bangsa,” tuturnya.

Padahal, sebelumnya, Kemenkumham sudah melakukan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi, narkotika, dan terorisme. Indra meminta pemerintah konsisten dan bersungguh-sungguh dalam memerangi peredaran narkotika. Indonesia sebagai negara yang berdaulat tidak boleh didikte negara lain.

Sementara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mendukung langkah Presiden memberikan grasi kepada Corby. Menurutnya, pemberian grasi itu adalah langkah yang bagus untuk memberi gesture ke Australia, bagaimana pemerintah Indonesia sangat ingin menenggang persahabatan antar negara tetangga.

Jimly berharap sikap pemerintah Indonesia ini dihormati sebagai kewenangan Presiden. Presiden tentu mempunyai pertimbangan sendiri. “Ini juga menunjukan Indonesia sebagai bangsa pemaaf". Lebih lanjut, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini menyatakan Australia harus mencatat niat baik pemerintah Indonesia.

Dalam memutuskan apakah grasi diberikan kepada Corby atau tidak, Presiden SBY ternyata meminta pendapat beberapa pihak. Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengatakan, Presiden meminta pendapat dari MA dan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, pendapat yang diajukan oleh MA dan Kemenkumham hanya sebatas pendapat yang tidak mengikat.

Keputusan grasi tetap di tangan presiden yang memiliki hak prerogatif. Ketika ditanya mengenai grasi yang dinilai bertolak belakang dengan semangat pemberantasan narkoba, Hatta menegaskan pemberian grasi bukan lah kewenangan MA. MA hanya sebatas memberikan pendapat.

“Presiden menurunkan hukuman menjadi 15 tahun dari 20 tahun penjara atas dasar kemanusiaan itu karena pandangan pertimbangan presiden lebih luas, kami kan hanya memberikan pandangan dari ranah hukum saja. Ibaratnya Presiden melihat dari atas pohon, MA dari bawah pohon,” tukas Hatta mengibaratkan.

Sisa hukuman Corby
Pemberian grasi lima tahun kepada Corby, menurut Kabiro Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Akbar Hadi Prabowo berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 22/G Tahun 2012 tanggal 15 Mei 2012. Hukuman Corby pun berkurang dari 20 tahun penjara menjadi 15 tahun penjara.

Corby menjadi terpidana di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali sejak tanggal 9 Oktober 2004. Warga negara Australia ini lalu mendapat remisi sejak tahun 2006 sampai 2011. “Total remisi yang diperoleh sampai tanggal 15 Mei 2012 adalah 25 bulan. Tapi, tahun 2007 Corby tidak mendapat remisi karena melakukan pelanggaran membawa handphone,” kata Akbar.

Dengan demikian, hitungan dua per tiga masa hukuman Corby hanya tinggal beberapa bulan lagi. Apabila menggunakan rumusan baku, masa hukuman dua per tiga Corby akan jatuh pada tanggal 3 September 2012. Tapi, Akbar menegaskan bukan berarti Corby otomatis mendapat pembebasan bersyarat (PB) pada tanggal itu.

Menurut Akbar, untuk pembebasan bersyarat Corby harus memenuhi beberapa syarat lain sesuai regulasi. Terpidana narkotika ini harus memenuhi syarat administrasi maupun kualitatif, seperti tidak pernah melakukan pelanggaran, berkelakuan baik, menaati program pembinaan, dan sebagainya.

“Nanti kan ada usulan dari Kepala Lapasnya. Tinggal usulannya nanti bagaimana. Diusulkan atau tidaknya, nanti tergantung dari kebijakan mengeluarkan PB atau tidak. Jadi, tidak serta merta tanggal 3 (September 2012) dia dapat PB. Harus lihat perhitungannya. Lihat juga subsidairnya sudah dibayar atau belum,” jelasnya.

Tags: