DPR Cecar Menhub Soal Tragedi Sukhoi
Utama

DPR Cecar Menhub Soal Tragedi Sukhoi

Menhub pastikan klaim asuransi yang diterima keluarga korban sesuai Permenhub No 77 Tahun 2011, yakni sebesar Rp1,25 miliar per keluarga.

Oleh:
M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Menteri Perhubungan EE Mangindaan (kiri) dicecar DPR soal Tragedi kecelakaan pesawat Sukhoi superjet 100. Foto: Sgp
Menteri Perhubungan EE Mangindaan (kiri) dicecar DPR soal Tragedi kecelakaan pesawat Sukhoi superjet 100. Foto: Sgp

Komisi V DPR akhirnya memanggil Menteri Perhubungan, Basarnas, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG), PT Angkasa Pura II (Persero) dan PT Trimarga Rekatama. Mereka dimintai keterangan terkait kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang menabrak Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada 9 Mei lalu.

Dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung Senin (28/5), Menteri Perhubungan EE Mangindaan menjelaskan, penerbangan Sukhoi Superjet 100 sudah mendapat sejumlah izin dari pihak yang berwenang. Dari Kementerian Luar negeri mendapat diplomatic clearance No 05099/Kons.-20/IV/2012 pada 20 April 2012. Kemudian, dari Markas Besar TNI memberi security clearance No UD/0557/SIN.-23/IV/2012 pada 23 April 2012.

Dirjen Perhubungan Udara juga memberikan flight clearance No 3241/0705/NONSCHED-INT/2012 pada 7 Mei 2012 dengan rute Saigon-Halim Perdana Kusuma-Vientiane. “Setelah pesawat Sukhoi mendapat legalitas izin masuk ke Indonesia, tahap selanjutnya adalah untuk penerbangan demo flight untuk promosi (joy flight),” katanya.

Berdasarkan data yang dimiliki Menhub, joy flight kedua berlangsung mulai pukul 14.10 WIB dan pada pukul 14.21 WIB melakukan take off. Pada pukul 14.24 WIB pesawat yang dipiloti oleh Aleksandr Yablontsev itu melakukan kontak pertama dengan Air Traffic Control (ATC) Bandara Soekarno Hatta pada radial 200 Halim Perdanakusuma. Kemudian, pada pukul 14.26 WIB pesawat minta izin turun 6.000 kaki dari ketinggian 10.000 kaki dan pada pukul 14.28 WIB pesawat minta memutar 360 derajat (orbit right) di atas training area Lanud Atang Sanjaya.

Mulai pukul 14.52 WIB ATC Bandara soekarno Hatta memanggil pesawat karena tidak terlihat dari monitor radar dan pukul 14.55 WIB ATC melaporkan kejadian hilang target pada Air Traffic Service (ATS) Coordinator Atang Sanjaya. Pukul 15.35 WIB pesawat ditetapkan dalam kondisi 'uncertainty phase' yaitu keadaan tidak pasti dan pukul 16.05 WIB ATC menghubungi Badan SAR.

“Pukul 16.55 WIB pesawat ditetapkan kondisi 'alertting phase' dan pukul 18.22 kondisi 'distress phase' mengingat bahan bakar pesawat diperkirakan sudah habis,” terangnya.

Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero), Tri S Sunoko, menambahkan Air Traffic Control (ATC) bandara sudah bekerja sesuai dengan prosedur. Lantaran telah teruji dalam penerbangan lain sebelumnya, petugas akhirnya memberikan izin kepada pilot Sukhoi Superjet 100 untuk menurunkan ketinggian di sekitar Lanud Atang Sanjaya.

Saat itu, katanya, pilot meminta turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki. ATC pun mengizinkan karena lokasi berada di atas Lanud Atang Sanjaya. Menurutnya, lokasi itu adalah area training dan sudah 383 latihan penerbangan di area tersebut tidak ada masalah. Bahkan di sekitar Atang Sanjaya pesawat bisa bermanuver sampai 3.000 kaki. “Jadi petugas ATC sudah memberikan instruksi sesuai prosedur,” ujar Tri.

Namun, sejumlah anggota Komisi V tidak puas dengan penjelasan tersebut. Malkan Amin, misalnya. Dia marah dan mempertanyakan mengapa Sukhoi Superjet 100 diberikan izin turun ke ketinggian 6.000 kaki mengingat ketinggian Gunung Salak adalah 7.200 kaki. Menurutnya, penjelasan yang diberikan Tri S Sunoko adalah keterangan yang tidak masuk akal.

“Saya sangat heran kenapa mesti diberikan izin padahal ATC kan tahu titik kordinat berapa, posisi pesawat, radar,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi V Yasti Soepredjo Mokoagow meminta Ketua KNKT Tatang Kurniadi untuk memberikan kepastian kapan hasil investigasi kecelakaan Sukhoi Superjet 100 diumumkan ke publik. Dia berharap hasil tersebut bisa diumumkan dalam waktu enam bulan, mengingat masyarakat sudah banyak yang menanti hasilnya.

Hal sama diutarakan Wakil Ketua Komisi V Mulyadi. Dia mendesak KNKT memberikan informasi yang jelas dan terang seputar kecelakaan Sukhoi secepatnya. Dia juga mengingatkan agar pengumuman hasil inestigasi tersebut bisa diumumkan melalui konferensi pers. “Pengumumannya jangan hanya dicantumkan di internet,” cetusnya.

Anggota Komisi V lainnya, Josef A Nae Soi, mempertanyakan badan layanan umum navigasi yang diamanatkan dalam UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang seharusnya sudah berdiri tiga tahun pasca undang-undang itu diberlakukan. Menurutnya, badan layanan umum navigasi sudah harus berdiri pada Januari 2012, tapi sampai saat ini belum didirikan.

Sedangkan Ali Wongso Halomoan Sinaga, mempertanyakan besaran santunan asuransi kepada ahli waris korban, apakah dari PT Trimarga Rekatama atau dari Kedutaan Besar Rusia di Indonesia. Dia mengingatkan, besaran ganti rugi harus sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 77 Tahun 2011 yakni sebesar Rp1,25 miliar per orang.

Mendapat desakan untuk mempublikasi hasil investigasi secepatnya, Ketua KNKT Tatang Kurniadi menegaskan bahwa pembuatan laporan mengenai kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 tidak bisa dilakukan terburu-buru. Menurutnya, hal itu hanya akan menjatuhkan kredibilitas KNKT mengingat dunia internasional juga menunggu hasil investigasi tersebut.

“Sesuai aturan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), laporan final kasus Sukhoi wajarnya selesai 12 bulan,” katanya.

Tatang menerangkan, saat ini pihaknya sedang membuat transkrip hasil analisis perekam suara kokpit atau cockpit voice recorder (CVR). Dia mengaku mengalami kesulitan dalam hal ini. Pasalnya, percakapan selama dua jam sebagian besar dilakukan dalam bahasa Rusia dan hanya sesekali menggunakan Bahasa Inggris dengan petugas ATC. Untuk mengatasi hal ini, KNKT telah mendapat bantuan dari Kemenlu.

Menurut Tatang, pihak Rusia juga telah memberi dua masukan yaitu memberikan peringatan kepada Sukhoi bahwa prosedur joy flight seharusnya baik, mengingat dokumen tidak ada yang tertinggal di darat. Kemudian, Sukhoi harus memperketat pelatihan kru penerbangan. “Jadi masyarakat kami minta sabar, jangan sampai investigasi belum tuntas malah kami didesak untuk segera mengumumkannya,” ujar Tatang.

Dalam RDP tersebut, Komisi V juga memanggil secara mendadak PT Indo Asia Ground Utama, kantor pengacara Assegaf Hamzah & Partners dan PT Jamsostek (Persero). Dalam kasus ini, Indo Asia Ground bertanggung jawab atas perizinan joy flight Sukhoi. Kemudian, kantor pengacara Assegaf, Hamzah & Partner terkait penyelesaian masalah hukum klaim asuransi. Sedangkan pemanggilan terhadap Jamsostek untuk mengurus masalah asuransi bagi para korban yang memiliki asuransi Jamsostek.

Menhub mengatakan, pihak Sukhoi melalui tim asuransi akan menemui keluarga korban. Kedatangan tim asuransi untuk memproses administrasi. Menhub berharap, besaran asuransi sesuai Permenhub No 77 Tahun 2011 sebesar Rp1,25 miliar dapat direalisasikan. “Sejauh ini, Sukhoi menyatakan kesanggupannya untuk memberikan tanggung jawab sesuai peraturan,” pungkas Mangindaan.

Tags: