Buntut dari Laporan Yusril
Berita

Buntut dari Laporan Yusril

Yusril dan Jaksa Agung Muda Pengawasan adu argumen. Jaksa dianggap berlindung di balik izin pemeriksaan dari Jaksa Agung.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Marwan Effendy (tengah), Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung. Foto: Sgp
Marwan Effendy (tengah), Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung. Foto: Sgp

Eksekusi Parlin Riduansyah, terpidana kasus eksploitasi hutan di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Lumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, berbuntut panjang. Kuasa hukum Parlin, Yusril Ihza Mahendra telah melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banjarmasin, Firdaus Dewilmar ke Bareskrim Mabes Polri.

Firdaus dilaporkan karena telah memerintahkan anak buahnya untuk mengeksekusi putusan yang batal demi hukum. Putusan dimaksud adalah putusan peninjauan kembali (PK) yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. Menurut Yusril, putusan yang tidak mencantumkan “perintah penahanan” dianggap batal demi hukum.

Upaya Yusril mempolisikan Firdaus dikritik Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung (Kejagung) Marwan Effendy. Marwan berpendapat, dasar yang digunakan untuk melaporkan Firdaus tidak sesuai logika hukum. Pertama, karena jaksa selaku eksekutor tidak dapat dipidana karena menjalankan perintah Pasal 270 KUHAP.

Kedua, karena putusan Mahkamah Agung (MA) tidak perlu mencantumkan perintah penahanan sebagaimana putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Selain itu, Marwan juga mengatakan seorang jaksa tidak dapat diperiksa dalam perkara tindak pidana umum apabila tidak ada izin dari Jaksa Agung.

Namun, Yusril bersikukuh jaksa dapat dipidana jika mengeksekusi putusan yang batal demi hukum. “Itu benar kalau yang dieksekusi adalah putusan yang sah. Tapi, kalau jaksa mengeksekusi putusan yang batal demi hukum, maka jaksa bukan menjalankan undang-undang, melainkan melanggar undang-undang,” katanya, Kamis (7/6).

Menurut Yusril, mengeksekusi terpidana dengan putusan yang batal demi hukum, sama saja dengan melakukan perampasan kemerdekaan secara tidak sah sebagaimana diatur Pasal 333 KUHP. Oleh karenanya, jaksa yang melanggar ketentuan undang-undang jelas dapat dipidanakan.

Pasal 333 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan  seseorang, atau meneruskan perarnpasan kemerdekaan yang demikian, diancam  dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.


Mantan Menteri Kehakiman ini merasa heran dengan sikap Marwan yang berlindung di balik Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan. Dalam ketentuan itu, seorang jaksa tidak dapat diperiksa tanpa izin Jaksa Agung. Akan tetapi, ketentuan tersebut dinilai sangat bertentangan dengan azas persamaan di muka hukum (equality before the law).

“Kalau diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK), pasti dibatalkan MK. Masak jaksa di kampung saja, jika melakukan tindak pidana tidak bisa diperiksa tanpa izin Jaksa Agung. Negara hukum apa ini," ujar Yusril. Dia memperingatkan, kalau tidak mau diancam pidana, jaksa tidak perlu mengeksekusi putusan yang batal demi hukum.

Silakan diuji materi
Marwan tetap beranggapan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP tidak logis bila diterapkan dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Putusan MA tidak perlu mencantumkan perintah penahanan. Berbeda dengan putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang masih dimungkinkan upaya hukum banding dan kasasi.

“Dalam putusan yang inkracht van gewijsde, jika amarnya memutuskan terdakwa bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara, berdasarkan Pasal 270 KUHAP jaksa segera melaksanakan pidana penjara. Bukan lagi menahan atau mengeluarkan dari tahanan,” tuturnya.

Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus ini menilai Yusril salah mengartikan ketentuan tersebut. Marwan menegaskan bahwa jaksa tidak dapat dipidana apabila melaksanakan putusan MA yang mempidana terdakwa tanpa mencantumkan klausul Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP.

“Silakan lapor jaksa ke polisi. Pasti Jaksa Agung tidak akan mengeluarkan izin kepada penyidik untuk memeriksa karena bertindak melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana diatur dalam undang-undang. Dalam hal ini MA akan berpandangan sama dengan Kejaksaan, saya harapkan Kepolisian juga,” tukasnya.

Marwan juga mempersilakan jika Yusril mau mengajukan uji materi soal izin pemeriksaan jaksa. Menurutnya, kalau mau fair, jangan hanya izin pemeriksaan jaksa saja yang diributkan. Izin pemeriksaan pejabat lain juga harusnya di-judicial review agar prinsip persamaan di muka hukum berlaku untuk semua warga negara.

Dia berpendapat, laporan Yusril tidak akan menghalangi tugas jaksa selaku eksekutor putusan hakim. “Kejaksaan tetap jalan saja. Memang sekarang ini ada tren para terpidana, lebih-lebih terpidana korupsi, mencari-cari celah hukum guna mengulur-ngulur waktu atau berupaya menghindarkan dirinya dari jerat hukum,” tandasnya.

Tags: