Dua Pengacara Disebut Terima Aliran Dana Wa Ode
Utama

Dua Pengacara Disebut Terima Aliran Dana Wa Ode

Diakui sebagai pinjaman karena terdakwa adalah sepupu pengacara.

Oleh:
fathan qorib
Bacaan 2 Menit
Terdakwa suap Wa Ode Nurhayati (kanan) dan pengacaranya Arbab Paproeka (kiri). Foto: Sgp
Terdakwa suap Wa Ode Nurhayati (kanan) dan pengacaranya Arbab Paproeka (kiri). Foto: Sgp

Surat dakwaan penuntut umum pada KPK membuat terperangah dua pengacara terdakwa suap Wa Ode Nurhayati. Kedua pengacara itu disebut menerima aliran dana dari terdakwa.

Tapi, bukan dari hasil kekayaan sendiri. Namun, diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa.

Terurai dalam surat dakwaan, yang dibacakan penuntut umum pada KPK, I Kadek Wiradana, Rabu (13/6), dua pengacara terdakwa, menerima aliran dana yang diduga dari hasil korupsi. Kedua pengacara tersebut,Wa Ode Nur Zainab dan Arbab Paproeka. Sebagaimana diketahui, Arbab adalah mantan anggota DPR. Periode 2004-2009, Arbab sempat menjadi anggota Komisi III.

Membacakan surat dakwaan, Kadek memaparkan, terdakwa mentransfer ke rekening Zainab pada 25 September 2010, sebesar Rp150 juta. Sedangkan rekening Arbab, pada 3 Mei 2011, terjadi pemindahan Rp100 juta dari rekening terdakwa.

Transaksi tersebut, tutur Kadek di Pengadilan Tipikor Jakarta, hanya segelintir uang yang berpindah dari rekening terdakwa kepada pihak lain. Penuntut umum KPK menilai, transfer keluar dari rekening terdakwa pada dua pengacaranya itu berasal dari tindak pidana korupsi.

Kadek menjelaskan, dari kurun waktu Oktober 2010 hingga September 2011, terdapat beberapa kali transaksi uang masuk ke rekening terdakwa dengan nomor 102-00-0551613-0 pada Bank Mandiri KCP Jakarta DPR RI dengan total sebesar Rp50,5 miliar. Uang tersebut masuk ke rekening terdakwa yang baru dibuka pada 8 Oktober 2010 lalu. “Dengan pembukaan rekening tersebut, terdakwa tercatat sebagai nasabah prioritas,” ujarnya.

Jumlah ini di luar dari pendapatan terdakwa selaku anggota DPR. Karena, kata Kadek, semenjak terdakwa dilantik pada bulan Oktober 2009 hingga September 2011, politisi PAN tersebut menerima gaji, tunjangan dan honor sebagai anggota DPR sebesar Rp1,6 miliar ke rekening Bank Mandiri KCP Jakarta DPR RI terdakwa dengan nomor 102-00-0525350-0.

Karena menerima aliran dana hasil korupsi, maka penuntut umum menyatakan seharusnya kedua pengacara itu tak mendampingi terdakwa di ruang persidangan. Alasannya karena dikhawatirkan terjadi konflik kepentingan di dalam persidangan.

“Kami menduga nama yang tadi adalah tim dari pada kuasa hukum terdakwa, kami khawatir ada conflict of interest,” urai Kadek.

Namun, pernyataan penuntut umum tak langsung diamini majelis hakim yang dipimpin Suhartoyo. Menurut ketua majelis hakim, uraian transfer dana yang dimaksud penuntut umum masih sebatas dugaan, belum ada pembuktiannya. Terlebih, kedua pengacara terdakwa tersebut tak pernah diperiksa oleh KPK dalam perkara ini.

Meski begitu, majelis mencatat permohonan tim penuntut umum KPK. “Takutnya itu hanya suudzon saja. Tapi apapun yang disampaikan, otomatis majelis mencatatnya,” ujar Suhartoyo.

Seusai persidangan, Zainab tak menampik pernah menerima transfer dari rekening terdakwa yang merupakan adik sepupunya. Menurutnya, sebagai keluarga pinjam meminjam uang merupakan hal yang biasa. “Kita kan ini hubungan keluarga, semua yang dikasih duit itu adalah hubungan keluarga. Lalu problemnya apa, itu bukan TPPU kok,” katanya.

Suap dari pengusaha
Sedangkan untuk dugaan tindak pidana korupsi, terdakwa Nurhayati diduga menerima suap sebesar Rp6,25 miliar terkait penentuan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah dan Kabupaten Minahasa sebagai daerah penerima alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun anggaran 2011.

Uang tersebut diterima terdakwa dari tiga pengusaha terkait dengan penentuan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah Kabupaten Minahasa sebagai penerima Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dalam tahun anggaran 2011. Ketiga pengusaha tersebut adalah, Fahd El Fouz (selama ini dikenal sebagai Fahd A Rafiq) sebesar Rp5,5 miliar, Saul Paulus David Nelwan sebesar Rp350 juta, serta Abram Noach Mambu senilai Rp400 juta. Uang dari Fahd tersebut dialirkan melalui seseorang bernama Haris Surahman.

"Pemberian dikarenakan terdakwa selaku anggota banggar DPR mempunyai kewenangan untuk mengusahakan agar Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah dan Minahasa sebagai daerah penerima dana DPID tahun anggaran 2011," kata Kadek.

Penuntut umum membuat surat dakwaan secara subsidaritas kumulatif, yaitu Wa Ode Nurhayati dijerat dakwaan kesatu primair Pasal 12 huruf a atau b, dakwaan kesatu subsidair Pasal 5 ayat (2) dan dakwaan kesatu lebih subsider Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Dan dakwaan kedua primair melanggar Pasal 3 dan dakwaan kedua subsidair melanggar Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Tags: