Terpidana KLBI Wajib Lunasi Kerugian Negara
Berita

Terpidana KLBI Wajib Lunasi Kerugian Negara

Kejaksaan masih menginventarisasi aset-aset yang dimiliki para terpidana KLBI dan keluarganya.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Sherny Kojongian terpidana KLBI wajib lunasi kerugian negara. Foto: Sgp
Sherny Kojongian terpidana KLBI wajib lunasi kerugian negara. Foto: Sgp

Selain dihukum 20 tahun penjara, terpidana korupsi fasilitas Kredit Likuiditas Bank Indonesian (KLBI), Sherny Kojongian –bukan Konjongian seperti ditulis sebelumnya-- juga dihukum untuk membayar denda Rp30 juta dan uang pengganti Rp1,95 triliun. Uang pengganti itu diperintahkan untuk dibayar secara tanggung renteng bersama Hendra Rahardja dan Eko Edi Putranto.

Hendra telah meninggal di Australia pada 2002 lalu, sedangkan Eko sampai saat ini masih tidak diketahui keberadaannya alias buron. Keduanya adalah mantan Komisaris PT Bank Harapan Sentosa (BHS) yang diputus bersalah bersama-sama Sherny melakukan tindak pidana.

Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan, selaku Direktur Kredit BHS, Sherny dan dua terpidana lain, melakukan perbuatan pidana berlanjut antara tahun 1992 sampai 1996. Mereka menyalahgunakan fasilitas KLBI dengan memberikan persetujuan kredit terhadap enam anggota grup perusahaan dan 28 lembaga pembiayaan yang belakangan diketahui fiktif.

Meski telah dilakukan pemanggilan yang patut dan sah, ketiganya tidak pernah hadir di persidangan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya memutus ketiganya bersalah secara in absentia pada Maret 2002. Putusan pengadilan tingkat pertama ini diamini pula oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada November 2002.

Dalam putusannya, majelis banding memutuskan agar barang bukti berupa tanah, bangunan berikut surat hasil lelang sebesar Rp13,52 miliar dirampas untuk negara. Selain itu, majelis memerintahkan para terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp1,95 triliun secara tanggung renteng.

Darmono menyatakan, Rp1,95 triliun adalah jumlah kerugian keuangan negara yang ditimbulkan akibat perbuatan tiga terpidana. Berdasarkan catatan Kejaksaan Agung (Kejagung), dalam perkara ini Kejaksaan telah berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp885,774 miliar.

Berdasarkan pelelangan oleh tim, nilai BHS setelah dilikuidasi sebesar Rp729,449 miliar. Darmono melanjutkan, tim dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melakukan pelelangan barang rampasan sebesar Rp146,28 miliar. Jumlah yang disetorkan Kejaksaan ke kas negara sebanyak Rp875,774 miliar.

Di samping itu, kata Darmono, ada pengembalian melalui pemerintah Australia sebesar Aus$642.546. Kemudian, pada 2009, pemerintah Australia mengembalikan sebesar Aus$493.647. Apabila dijumlahkan, total aset yang diselamatkan dan disetorkan ke dalam kas negara menjadi Rp885,774 miliar.

Dengan demikian, mantan Plt Jaksa Agung ini menuturkan, masih ada kekurangan sekitar Rp1,1 triliun untuk menutup kerugian negara yang diakibatkan perbuatan Sherny dkk.

Kejaksaan akan melakukan upaya dan langkah hukum untuk segera menarik aset-aset para terpidana.Dikatakan Darmono, Kejagung masih menginventarisasi aset-aset yang dimiliki ketiga terpidana. Dia telah memerintahkan jaksa untuk melakukan pemeriksaan terhadap Sherny mengenai aset-aset yang dimiliki para terpidana. Kejaksaan juga akan menelusuri aset-aset keluarga Sherny dan dua terpidana lainnya.

Dengan keberadaan Sherny yang lebih dari 10 tahun di Amerika Serikat, Darmono juga akan bekerjasama dengan otoritas Amerika untuk menelusuri aset Sherny yang mungkin berada di negeri Paman Sam itu. Hal lain yang dapat dilakukan adalah melakukan gugatan perdata untuk mengembalikan aset para terpidana.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Adi Toegarisman menambahkan, para terpidana berkewajiban mengembalikan kerugian keuangan negara yang mereka timbulkan. “Putusan pengadilan menyatakan mereka bertanggung jawab mengganti kerugian negara,” ujarnya, Kamis (14/6).

Terhadap rencana pengajuan peninjauan kembali (PK), Adi mengatakan Kejaksaan siap menghadapi upaya itu dengan fakta yang ada. Sebagaimana ketentuan KUHAP, pengajuan PK tetap tidak menunda atau menghalangi eksekusi putusan, termasuk perintah untuk membayarkan uang pengganti.

Terpisah, pengacara Sherny, Afrian Bondjol sempat mengatakan penyitaan aset merupakan tugas jaksa. Akan tetapi, kliennya merasa tidak terlibat dengan tindak pidana yang dilakukan Hendra dan Eko. “Nggak ada (aset Sherny di Amerika). Cari dong kalau memang ada di sana,” katanya.

Buka kembali kasus BLBI
Berbeda dengan KLBI, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), telah dianggap selesai secara hukum pidana. Salah satu obligor BLBI yang sempat menjadi tersangka, Sjamsul Nursalim telah dihentikan penyidikannya oleh Kejagung beberapa tahun lalu. Meski demikian, Kejagung masih memiliki “pekerjaan rumah” terkait aset BLBI.

Darmono mengungkapkan, aset-aset terkait BLBI dapat ditarik kembali melalui gugatan perdata. Namun, Kejagung masih menunggu Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Menteri Keuangan (Menkeu). Kejaksaan tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak dapat melakukan upaya untuk mempercepat turunnya SKK.

Kendati demikian, anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho menyatakan kasus BLBI sebenarnya dapat dibuka kembali jika ada keinginan dari pemerintah. “Kasus Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani (Ayin) bisa menjadi pintu masuk untuk dibukanya penyidikan,” tuturnya.

Menurut Emerson, ada tebang pilih dalam penanganan perkara KLBI dan BLBI. Ketika itu, ada empat obligor BLBI yang dipanggil ke istana untuk membicarakan utang BLBI. Empat obligor itu menyanggupi untuk membayar utang dengan 30 persen tunai dan sisanya penjualan aset.

Akan tetapi, hingga saat ini tidak jelas pengembalian utang tersebut. Emerson berpendapat tidak ada iktikad baik (good will) dari pemerintah untuk membuka kembali kasus BLBI. Masih banyak aset dan buronan yang tersebar tanpa upaya pengembalian yang jelas. “Seharusnya, kalau SBY bilang buka, ya dibuka semua. Tapi, ini kan tidak”.

Tags: