Pemerintah dan DPR Didesak Ratifikasi Konvensi PRT
Berita

Pemerintah dan DPR Didesak Ratifikasi Konvensi PRT

Untuk memberi perlindungan khusus kepada PRT domestik dan migran.

Oleh:
Ady
Bacaan 2 Menit
Kemenakertrans berupaya beri perlindungan kepada TKI di wilayah konflik. Foto: Sgp
Kemenakertrans berupaya beri perlindungan kepada TKI di wilayah konflik. Foto: Sgp

Pemerintah dan DPR didesak untuk segera meratifikasi Konvensi ILO tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga. Hal itu disampaikan Jaringan Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menyambut hari PRT internasional yang jatuh tiap 16 Juni.

Menurut Koordinator Jala PRT, Lita Anggraeni, Konvensi tersebut memberi pengakuan bahwa PRT sama seperti pekerja lainnya yang memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi. Dalam konvensi itu memuat rekomendasi yang menjelaskan prinsip-prinsip fundamental perlindungan atas hak-hak dan situasi kerja serta keadilan sosial bagi PRT.

Konvensi tersebut, menurut Lita, memberi kepastian tentang hak upah, hari libur dan jam kerja PRT. Dengan ratifikasi tersebut, semua peraturan perundang-undangan tentang PRT yang ada di Indonesia harus mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut. Ini penting karena jumlah PRT domestik di Indonesia dan PRT migran asal Indonesia jumlahnya cukup besar.

Saat ini Lita melihat pemerintah dan DPR sedang membahas dua regulasi terkait PRT. Yakni RUU PRT dan revisi UU Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKLN). Lita berharap kedua ketentuan itu memuat nilai-nilai yang ada dalam Konvensi PRT.

"Presiden SBY berjanji untuk meratifikasi," kata Lita kepada wartawan dalam jumpa pers di gedung Komnas HAM Jakarta, Jumat (15/6).

Senada, dalam kesempatan yang sama Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) cabang Sukabumi, Jejen Nurjanah, mengatakan ratifikasi penting segera dilakukan mengingat banyak TKI yang bekerja sebagai PRT di luar negeri.

Jejen mencontohkan dari 1100 pekerja migran yang berasal dari Sukabumi, yang bekerja di sektor formal hanya 15 orang. Sisanya bekerja di sektor informal, termasuk PRT. Sayangnya UU PPTKLN, tidak memberi perlindungan yang memadai bagi pekerja migran.

“Kita ingin UU PPTKLN yang memuat Konvensi ILO itu segera disahkan,” kata Jejen.

Dari pengalamannya bekerja sebagai TKI, Jejen menyebut PRT rentan terkena masalah karena kurangnya perbekalan keahlian sebelum diberangkatkan. Misalnya pemahaman akan bahasa, budaya dan hukum di negara tempat si TKI bekerja. Hal ini diperburuk dengan lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap pelatihan yang diselenggarakan oleh Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).

Dengan meratifikasi konvensi tersebut Jejen berharap PRT migran mendapat perlindungan yang menyeluruh. Mulai dari pra penempatan, penempatan dan pasca bekerja. Termasuk pelatihan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan TKI sebagai persiapan sebelum bekerja di negara tujuan kerja.

Sementara Wakil Ketua Komnas Perempuan, Masruchah, mengatakan peran media untuk menyuarakan pentingnya pemerintah meratifikasi konvensi ini sangat diperlukan sebagai bagian dari membantu perlindungan terhadap PRT. Pasalnya, Masruchah melihat pemerintah kurang mempertimbangkan perlindungan terhadap PRT.

Selain itu, Masruchah mengingatkan bahwa RUU Perlindungan PRT yang saat ini masih dibahas pemerintah harus memuat pemenuhan HAM bagi PRT. Dia berharap RUU tersebut dapat sesegera mungkin disahkan karena posisi dan situasi yang banyak dialami PRT Indonesia di dalam ataupun luar negeri membutuhkan perlindungan atas HAM.

“Lagi-lagi kalau terkait dengan sesegera mungkin disahkannya ini karena terkait dengan tanggung jawab negara soal perlindungan, pemenuhan dan kemajuan HAM PRT,” kata Masruchah.

TKI di Suriah
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) saat ini berupaya memberi perlindungan kepada TKI, terutama di wilayah konflik, seperti yang sedang terjadi di Suriah. Untuk menyelamatkan TKI dari konflik yang melanda Suriah, Menakertrans, Muhaimin Iskandar, mengatakan sedang berusaha untuk mengevakuasi TKI ke lokasi aman, setelah itu memulangkannya ke Indonesia.

Sampai 10 Juni 2012, TKI yang telah dievakuasi mencapai 202 orang, sedangkan pemulangan regular dan bantuan majikan mencapai 70 orang. Muhaimin menyebut pemulangan TKI dari Suriah akan dilaksanakan pada tanggal 17 dan 19 Juni 2012. “Pemulangan TKI dari Suriah akan terus dilakukan secara bertahap baik melalui evakuasi maupun pemulangan reguler,” kata Muhaimin dalam rilis yang diperoleh hukumonline, Sabtu (16/6).

Sementara Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta), Reyna Usman, mengatakan telah meminta kepada para majikan di Suriah untuk melakukan pemulangan setelah TKI habis kontrak. Bahkan kalau majikan merasa tidak dapat menjamin keamanan TKI, Reyna meminta para majikan untuk menyerahkan TKI yang dipekerjakan ke KBRI Damaskus. Seluruh perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan perusahaan asuransi juga diminta untuk membantu proses evakuasi dan pemulangan TKI di Suriah.

Sampai saat ini Kemenakertrans masih menerapkan moratorium penempatan TKI ke Suriah. Begitu pula dengan perpanjangan kontrak bagi TKI yang sebelumnya sudah bekerja disana. Dari data KBRI Damaskus, sejak Januari 2012, terdapat 457 paspor yang diperpanjang untuk keperluan pemulangan TKI.

“Semua pihak harus bekerja lebih keras dalam upaya proses pemulangkan TKI dari Suriah serta memenuhi kewajibannya dalam memberikan hak-hak TKI yang tidak bisa bekerja secara penuh akibat perang saudara,” kata Reyna dalam rilis.

Untuk memaksimalkan langkah yang sedang ditempuh, pemerintah membuka pusat informasi kepada seluruh pihak terkait evakuasi dan pemulangan terhadap TKI di Suriah. Bagi TKI /WNI yang membutuhkan bantuan informasi dan evakuasi di Suriah bisa menghubungi nomor telepon +963116132578, +963954444810, +963116119630.

Tags: