MK: Perpanjangan Cekal Berlaku Satu Kali
Berita

MK: Perpanjangan Cekal Berlaku Satu Kali

Pencegahan ke luar negeri tanpa batas waktu yang pasti menimbulkan ketidakadilan bagi tersangka atau terdakwa.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Mahkamah Konstitusi memutuskan perpanjangan cekal berlaku satu kali. Foto: Sgp
Mahkamah Konstitusi memutuskan perpanjangan cekal berlaku satu kali. Foto: Sgp

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan jangka waktu pencegahan ke luar negeri yang diatur dalam Pasal 97 ayat (1) UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian berlaku paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang satu kali paling lama enam bulan berikutnya. Sebab, Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian sepanjang frasa “setiap kali” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian menjadi ‘jangka waktu pencegahan berlaku paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang paling lama enam bulan’,” kata Ketua Majelis MK Moh Mahfud MD saat membacakan putusannya di ruang sidang MK, Rabu (20/6).

Prof Yusril Ihza Mahendra memohon pengujian Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian lantaran perpanjangan cekal dapat dilakukan terus-menerus tanpa adanya batas waktu. Menurutnya, Pasal 97 ayat (1) khususnya frasa “…dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan” bertentangan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945.

Yusril pernah dalam status cekal selama 1,5 tahundengantiga kali perpanjangansampai batas waktu yang belum bisa ditentukanterkaitkasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Bantuan Hukum (Sisminbakum).Terakhir, ia dicekal hingga 25 Desember 2011 berdasarkanSK Jaksa AgungNo 201/D/Dsp.3/06/2011 tertanggal 27 Juni 2011, sebelumnya akhirnya perkaranya dihentikan penyidikannya pada akhir Mei 2012 lalu.

Karena itu, Yusril meminta MKmembatalkan frasa itu. Artinya, jika permohonan ini dikabulkan Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian menjadi berbunyi, “Jangka waktu pencegahan berlaku paling lama enam bulan.”Namun, saat pembacaan putusan ini, Yusril tidak hadir karena dikabarkan berada di Filipina.

Mahkamah menilai di satu sisi pencegahan ke luar negeri yang tidak dapat dipastikan batas waktunya seperti diatur Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian, khususnya frasa “dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan” dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi tersangka. Sebab, tidak dapat memastikan sampai kapan penyidikan berakhir dan sampai kapan pula pencegahan ke luar negeri berakhir.

“Di sisi lain, hal ini dapat menimbulkan kesewenang-wenangan aparat negara yaitu Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, dan pejabat lainnya yang berwenang untuk melakukan pencegahan kepada tersangka tanpa batas waktu,” kata Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan pertimbangan hukum.

Tags: